16 April 2025

Get In Touch

Agendakan Event Musik Tradisional, Kepala UPTD Taman Budaya Jatim: Akan Menjadi Barometer Nasional

Pagelaran musik karya komposer Willyday Namali dari Malang.
Pagelaran musik karya komposer Willyday Namali dari Malang.

SURABAYA (Lenteratoady) - Seiring peringatan Hari Musik Nasional pada tanggal 9 Maret 2022, Taman Budaya Jawa Timur (TBJT) mengadakan Gelar Karya Komposer. Kepala UPTD Taman Budaya Jatim, Samad Widodo, mengatakan, kegiatan ini untuk memberikan aura di Jatim sebagai barometer musik nasional.

Pencanangan Jatim sebagai barometer musik ini tak lepas dari sejarah WR Supratman sebagai tokoh musik nasional yang dimakamkan di Surabaya. “Inilah mengapa Jatim harus bisa memberi aura tersebut melalui Gelar Karya Komposer,” tegas Samad Widodo.

Untuk kegiatan kali ini, pihaknya akan mengangkat komposer musik tradisional dari Banyuwangi, Bondowoso, Tuban, dan Surabaya. “Potensi musik daerah ini sangat bagus. Karena itu dalam Gelar Karya Komposer ini, kita edukasi agar makin bagus. Untuk edukasi ini, sebagai coach ada Bambang SP, Joko Porong, Wandi. Jadi ada akademisi dan ada praktisi,” paparnya, saat bincang - bincang dengan Lenteratoday.com di halaman Taman Budaya Jatim, Jumat (11/3/2022).

Tidak berhenti di situ, Taman Budaya Jatim juga akan menggelar festival musik tradisional  pada tanggal 28 - 29 Maret mendatang.

Beragam kegiatan yang digelar tersebut, mendapat respon positif dari para musisi tradisional daerah. Salah satunya, dari Eko Kasmo, komposer dari Tuban yang turut menjadi peserta dalam Gelar Karya Komposer.  

“Kegiatan yang dilakukan Taman Budaya Jatim ini memang diperlukan, untuk menjadikan Jawa Timur sebagai barometer musik tradisional,” ucapnya.

Seniman musik dari  Sanggar  Seni Ngripto Raras, dari Sukorejo, Parengan, Tuban, menyampaikan dirinya akan membawakan dua reportoar. “Pertama, judulnya Surati, dan kedua judulnya  Lekas Sembuh,” ungkapnya.

Eko Kasmo mengaku tertarik dengan keunikan dalang kentrung perempuan. “Dia bernama Mbah Rati adalah pengendang tradisional, namun memiliki keterbukaan sikap terhadap budaya modern. Hal ini yang membuat saya makin kagum, karena tidak semua pemusik tradisional punya sikap seperti itu,” terangnya.

Selain itu, dalam karawitan Mbah Rati, ada uluk salam sebagai salam pembukaan sebelum pentas, untuk yang punya hajat dan yang Mbahu Rekso, seperti dalam etika Jawa.

“Untuk karya kedua, terinspirasi dari kondisi pandemi, yang penuh ketidakpastian. Hal ini ditarik jadi ke dalam karawitan, ada tafsir ketidakpastian, tafsir cengkok dan juga genderan,” sambungnya.

Reporter : Miranti Nadya| Editor : Endang Pergiwati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.