
JAKARTA (Lenteratoday) -Para ilmuwan telah mengkonfirmasi keberadaan varian COVID-19 baru yang menggabungkan mutasi dari varian Omicron dan Delta untuk pertama kalinya, dengan kasus dilaporkan ada di Eropa dan AS.
Live Science, mengutip makalah yang diunggah di medRxiv, melaporkan bahwa varian hibrida baru, yang secara tidak resmi dijuluki "Deltacron", dikonfirmasi melalui pengurutan genom yang dilakukan oleh para ilmuwan di IHU Méditerranée Infection di Marseille, Prancis, dan telah terdeteksi di beberapa wilayah Prancis.
Kasus juga ditemukan di Denmark dan Belanda, menurut database internasional GISAID. Secara terpisah, dua kasus telah diidentifikasi di AS oleh perusahaan riset genetika yang berbasis di California, Helix, menurut Reuters.
The Guardian juga melaporkan, sekitar 30 kasus telah diidentifikasi di Inggris.
Varian hibrida muncul melalui proses yang disebut rekombinasi--ketika dua varian virus menginfeksi pasien secara bersamaan, bertukar materi genetik untuk menciptakan varian baru.
Para ilmuwan mengatakan bahwa "tulang punggung" varian Deltacron berasal dari varian Delta, sedangkan protein lonjakannya--yang memungkinkan virus memasuki sel inang--berasal dari Omicron, menurut Live Science berdasarakan makalah medRxiv, dikutip Minggu.
"Kami telah mengetahui bahwa peristiwa rekombinan dapat terjadi, pada manusia atau hewan, dengan berbagai varian #SARSCoV2 yang beredar," tulis Dr. Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam tweet pada Selasa (8 Maret).
Menanggapi temuan bukti awal terkait adanya gabungan Delta dan Omicron, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan, pihaknya masih terus mengawasi segala potensi dari dua varian virus corona.
WHO pun tengah melakukan berbagai penelitian agar lebih memahami tingkat keparahan dan penularannya, dari gabungan virus.
Dilansir dari Live Mint, Rabu (9/3/2022) Ahli Epidemiologi Penyakit Menular, Maria Van Kerkhove menuturkan, bahwa dirinya sudah menduga keberadaan gabungan dua varian virus. Terlebih di tengah lonjakan kasus varian Delta dan Omicron yang signifikan.
Oleh karenanya, WHO kini sedang melacak dan mendiskusikan temuan itu. Van Kerkhove pun mencatat sejauh ini belum ada perubahan yang diamati dalam tingkat keparahan dan penularannya disebabkan gabungan virus.
Namun demikian, beberapa penelitian maupun pengujian terhadap virus masih dilakukan.
WHO juga sempat menyebut soal fenomena 'Deltacron', hanyalah sebuah istilah yang tidak mengartikan adanya infeksi gabungan Delta dan Omicron.
"Bahkan, yang kami pikirkan itu (deltacron) akibat pencemaran yang terjadi selama proses sequencing (pengurutan virus)," papar Van Kerkhove.
Kemudian dia mengonfirmasi kembali pernyataannya dengan mengatakan, kemunculan 'Deltacron' mungkin saja dapat terjadi ketika seseorang terinfeksi dengan varian SARS-CoV-2 yang berbeda.
Pimpinan teknis Covid-19 WHO itu juga mencontohkan adanya infeksi dua virus secara bersamaan atau koinfeksi, di mana orang yang terinfeksi influenza juga terpapar Covid-19 selama pandemi ini (*)
Sumber: Antara|Editor: Arifin BH