Surabaya – Pengurangan subsidi pupuk oleh pemerintah pusat mengakibatkan beberapa daerah akan mengalami mahalnya harga pupuk. Di Jatim, stok pupuk bersubsidi diperkirakan hanya mampu bertahan hingga bulan Juni mendatang. Setelah itu, harga pupuk akan tiga kali lebih mahal dan pastinya petani yang terbebani.
Seperti yang diketahui, pupuk bersubsidi di Jatim mengalami pengurangan hingga 55 %. Dulu, Jatim mendapatkann jatah pupuk bersubsidi hingga 2,7 juta ton, namun tahun ini setelah adanya pengurangan subsidi pupuk, Jatim hanya mendapatkan jatah 1,3 juta ton. Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslahah mengatakan bahwa jumlah tersebut hanya akan mampu bertahan hingga bulan Juni mendatang.
Beberapa waktu lalu, DPRD Jatim sempat mendatangi PT Petro Kimia di Gresik untuk mendapatkan penjelasan tentang stok pupuk bersubsidi. Hasilnya, diketahui bahwa hingga awal Februari ini pupuk bersubsidi sudah digunakan hingga 25% dari jatah yang diberikan pemerintah.
Dengan penggunaan yang cukup tinggi itu, maka diperkirakan stok pupuk bersubsidi hanya akan mampu bertahan hingga Juni mendatang. Lantas, bagaimana dengan bulan setelah itu. Maka pupuk yang beredar adalah pupuk non subsidi dengan harga tiga kali lebih mahal. Anik mengatakan harga pupuk bersubsidi itu Rp1.800/kg sementara pupuk non subsidi mencapai Rp 5000/kg. Dengan demikian, maka biaya produksi para petani semakin tinggi.
“Bagaimana masyarakat supaya tidak menjerit, satu mantan harus merevisi Permentan nomor 1/2019, subsidi pupuk tahun ini itu terkurangi 9,9% kita bulatkan 10% secara nasional, tapi Jawa Timur 55%. Maka harus melakukan revisi terhadap Permentan itu dan itu sudah disanggupi,” katanya.
Bahkan, lanjut Anik, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa sudah mengirimkan surat ke Kementan pada 20 Januari. Namun sampai sast ini belum ada jawaban. Padahal secara lisan, Kementan sudah memberikan jawaban bahwa akan dilakukan pergeseran pupuk bersubsidi dari daerah daerah terutama luar Jawa yang tidak difungsikan dengan baik, Pupuk bersubsidi itu akan ditake over ke Jawa Timur.
Disatu sisi, pasal 13 Permentan juga menyebutkan bahwa jatah pupuk bulan berikutnya karena jika dibutuhkan pada bulan ini maka bisa ditarik pada bulan ini. “Dengan kondisi itulah maka kami memastikan tidak akan ada kelangkaan pupuk karena bisa ditarik sampai Juni. Kita berpikirnya bagaimana dengan Juli,” tandas Anik
Untuk mengatasi masalah setelah bulan Juni itu, Anik mengaku sudah melakukan pembahasan dengan Gubernur Jawa Timur. Setidaknya yang akan dilakukan adalah dengan tidak henti hentinya untuk meminta jawaban dari Kementan. Kemudian dari Rencana Definitif Kelompok Kebutuhan (RDKK) petani yang mencapai 4,9 juta itu bisa terpenuhi. Pasalnya dari RDKK petani itu yang baru terpenuhi hanya 1,3 juta saja.
“Yang kedua, kalau ternyata mentok tidak ada perubahan, ya kita harus menurunkan hibah untuk petani, betuknya apa? pemerintah membeli pupuk regular dijual harga subsidi, minimal berdasarkan data 2019 yaitu sebanyak 2,7 juta ton,” tandas politisi PKB ini.
Yang menjadi masalah adalah anggaran untuk membeli pupuk itu sangat besar dan bisa mencapai triliyunan rupiah. Anik menandaskan, yang paling penting adalah sudah ada upaya kesana dan selanjutnya tinggal ada win-win solution and good will bersama sama.
Sedangkan, opsi ketiga adalah agar dana hibah ini mencukupi karena nilai yang dibutuhkan untuk membeli pupuk itu mencapai angka triliyunan, maka harga pupuk besubsdi ini dinaikkan. Missal harga sekarang adalah Rp 1.800 bisa jadi Rp 2.500, semetara harga aslinya asli Rp 5.000 juta.
“Kita tidak mensubsidi full, karena ketidak cukupan anggaran, karena belum kita itung. Tapi minimal ada good will dan minimal yang tersubsidi adalah petani data 2019 yaitu 2,7 ton,” tandasnya.
Dengan adanya kenaikan harga pupuk bersubsidi ini maka konsekuensinya adalah akan terjadi kenaikan harga hasil pertanian. Anik menjelaskan, jelas kedepan akan ada kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET). Hal ini untuk melindungi para petani dari kerugian akibat kenaikan biaya produksi yang bersumber dari kenaikan harga pupuk. (ufi)