
Surabaya – Paska terjadinyaaksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi yang berakhir anarkhis dan didugapelakunya kebanyakan dari kalangan pelajar, Gubernur Jawa Timur, Khofifah IndarParawansa meminta pada Kepala Sekolah SMA dan SMK baik negeri maupun swasta seJatim untuk melakukan komunikasi dengan komite sekolah serta menugaskan walikelas untuk memonitor para siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Wahid Wahyudimengatakan bahwa dalam pertemuan antara Gubernur Jawa Timur bersama DirekturIntelkam Polda Jatim dengan Kepala sekolah SMA dan SMK se Jatim yang dilakukansecara virtual di Gedung Negara Grahadi, Selasa (13/10/2020), Gubernur memberikanbeberapa pengarahan kepada para kepala sekolah SMA SMK negeri dan swasta seJawa Timur.
“Yang inti arahannya itu adalah yang pertama menyampaikanpendapat itu dijamin oleh undang-undang, tetapi menyampaikan pendapat itutentunya harus memahami apa yang disampaikan,” kata Wahid Wahyudi yang ditemuisetelah pertemuan.
Dia menambahkan, yang kedua adalah memahami bagaimana caramenyampaikan pendapat, jangan sampai cara-cara anarkis yang dilakukan. Karenakalau melakukan cara-cara anarkis tentu akan merugikan para siswa itu sendiri. Jadi,lanjut Wahid, siswa diharapkan tidak menjadi korban karena ketidakpahamannya.
“Oleh karena itu Ibu Gubernur Jawa Timur dan Bapak Dir IntelkamPolda Jatim memberikan pengarahan agar para kepala sekolah melakukan komunikasidengan para komite sekolah dan menugaskan wali kelas dan guru BP untukmemonitor para siswanya. Memonitor ini dalam rangka jangan sampai siswa inimenjadi korban, intinya itu,” tegasnya.
Terkait dengan langkah monitoring yang akan dilakukan, Wahidmengatakan banyak yang bisa dilakukan sekarang ini. Diantaranya dengan pembelajarandaring itu yang sudah berjalan mulai maret, sehingga fasilitas video conferencedan fasilitas pembelajaran online ini bisa dimanfaatkan untuk menyampaikanpengarahan-pengarahan kepada siswa. Kemudian masing-masing wali kelas juga memilikiWA grup dengan para siswanya. WA group tersebut bisa menjadi salah satu alatuntuk melakukan komunikasi dengan siswa sekaligus memberikan arahan-arahankepada mereka termasuk juga diharapkan melibatkan OSIS.
Sedangkan untuk para siswa yang ikut melakukan unjuk rasa,Wahid mengatakan tidak ada sanksi. Namun demikian, dia menegaskan bahwa tugassiswa itu adalah belajar. Sehingga jangan sampai pada saat jam-jam pembelajaranjustru siswa tidak mengikuti pembelajaran dan melakukan hal-hal yang sebetulnyadia tidak paham. “Ini artinya bahwa dunia pendidikan itu mendidik siswa untukberlaku sesuai dengan aturan-aturan yang ada,” katanya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqihmengungkapkan bahwa sebetulnya anak anak punya hak untuk menyuarakan aspirasi danpartisipasi mereka. Hal itu sudah diatur dalam konvensi hak anak dan hak itu harus dilindungi. Sehingga merekajuga punya hak untuk berpartisipasi di samping bermain dan sebagainya.
“Cuman untuk partisipasi menyampaikan aspirasi itu tentudalam konteks di mana sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis anak-anak. Pertanyaanbesarnya sama dengan Ibu Gubernur, apakah kemudian konten dan tuntutan yang berkelindandi isu UU Cipta Kerja itu cukup bisa dipahami oleh anak-anak untuk ikut sertamenyampaikan pendapatnya? bahwa di sana itu juga ada terkait dengan klusterpendidikan yang sekarang sudah dicabut itu,” kata Hikmah.
Untuk itu, lanjutnya, Hikmah yang merupakan politisi dariPartai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini tidak cukup merekomendasikan anak-anak ikutberunjuk rasa terkait penolakan UU Cipta Kerja. Sebab mereka berada pada situasidi mana itu tidak sesuai dengan peran tumbuh kembang mereka dan tidak sesuai denganusianya. (ufi)