
SURABAYA (Lenteratoday) – Universitas Negeri Surabaya (Unesa) terus berupaya membantu masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Salah satunya dengan pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatkan tanaman toga di Desa Kemodo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang.
Tim pelaksana Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Unesa yang beranggotakan Dr Sjafiatul Mardliyah, S.Sos., M.A.; Prof. Dr. Yatim Riyanto, M.Pd; dan Dr. Soedjarwo, M.S. ini memberikan pelatihan dan pendampingan cara memanfaatkan tanaman toga untuk olahan minuman untuk menambah daya tahan kesehatan masyarakat di pedesaan.
“Kegiatan ini menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang berperspektif bottom up yang bertujuan membangun bersama masyarakat dan menolak pemberdayaan masyarakat yang menggunakan jalur top down yang terbukti tidak efektif. Berbagai alasan mengapa pendekatan ini mengalami kegagalan, karena pendekatan ini hanya bercirikan reformasi kosmetik dan tidak mendukung keberlangsungan kegiatan,” kata Prof Yatim seperti dalam rilis yang diterima Lenteratoday, Minggu (23/10/2022).
Prof Yatim mengatakan kegiatan ini diawali dengan pendekatan kelompok Muslimat di desa setempat untuk mendapatkan dukungan dan perhatian dari warga. Akhirnya, ada sepuluh orang perempuan bersedia dilatih untuk membuat jamu dan menyetujui beberapa aturan yang sudah disepakati bersama. Aturan tersebut meliputi: pelaksanaan pembuatan jamu, jenis olahan, packaging, dan harga produk olahan toga dalam berbagai variasi.
Proses pembuatan jamu yang terdiri jamu kering, olahan minum, dan jamu serbuk sampai dengan hasil pertama yang siap dijual membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan. Selama mendampingi kelompok ini, tim tidak lupa untuk memberikan pemahaman tentang arti penting kesehatan dan tanaman toga.
Seiring berjalannya waktu, produk jamu olahan kelompok yang diberi nama Ramu Dewa ini sudah mulai dimintai oleh warga desa, karena mendapat dukungan dari aparat desa, Muslimat dan Puskesmas yang dijual dengan harga terjangkau.
“Setelah memasuki bulan ketiga, kelompok perempuan pembuat jamu yang berpendidikan rendah dan beberapa diantaranya adalah janda, mulai merasakan keuntungan dari produk jamu olahan mereka,” pungkas Prof Yatim. (*)
Sumber : Unesa | Editor : Lutfiyu Handi