10 April 2025

Get In Touch

PPNI Sambangi DPRD Surabaya, Tolak RUU Omnibus Law dan Perjuangkan Kesejahteraan Perawat

Suasana Rapat Koordinasi pengurus DPD PPNI Surabaya dengan Komisi D DPRD Surabaya.
Suasana Rapat Koordinasi pengurus DPD PPNI Surabaya dengan Komisi D DPRD Surabaya.

SURABAYA (Lenteratoday)-Jajaran Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPD PPNI) Surabaya 2022-2027 melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jumat (20/1/2023)

Dalam kesempatan tersebut 11 pengurus DPD PPNI Surabaya hadir dipimpin langsung ketuanya, Dr. Nuh Huda, SKep, Ns, MKep, SpKMB. Mereka menyampaikan sejumlah permasalahan, mulai aspirasi, usulan hingga program kerja mereka yang baru dilantik pada pertengahan 2022 lalu.

Sementara Komisi D yang hadir ada 4 orang, diantaranya Hj Khusnul Khotimah, Spdi, MPdi (Ketua Komisi), Hj Siti Mariyam, Hari Santosa, SH dan Norma Yunita SH. Namun demikian rakor berjalan dengan lancar dan komunikatif.

Pada kesempatan tersebut Nuh Huda menyampaikan tiga agenda; Pertama terkait penolakan terhadap RUU Omnibus Law. Kedua implementasi Perda Jatim No: 12/2022 Tentang Tenaga Keperawatan dan ketiga, penyampaian program kerja DPD PPNI Surabaya periode 2022-2027.

Huda menjelaskan, PPNI lahir 17 Maret 1974. Saat ini jumlah anggota perawat yang ada di DPD PPNI Kota Surabaya mencapai 16.687 perawat. Jumlah tersebut terbanyak di Jawa Timur dan merupakan potensi luar biasa.

“PPNI berkomitmen untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat dan profesi keperawatan dan mempunyai UU Keperawatan No: 38/ 2014. Di usia hampir setengah abad PPNI tumbuh untuk menjadi organisasi yang mandiri,” papar Nuh Huda.

Menyinggung sikap penolakan terhadap RUU Omnibus Law, Hemat Nuh Huda karena RUU tersebut menghilangkan 7 poin krusial pada UU No: 38/2014. Padahal justru 7 poin krusial tersebut, terkait akuntabilitas profesi perawat.

Ketujuh poin krusial yang dihilangkan adalah; jenis perawat pendidikan tinggi keperawatan, registrasi, izin praktik dan registrasi ulang, praktik keperawatan, hak dan kewajiban bagi perawat dan klien kelembagaan yang terkait dengan perawat (seperti organisasi profesi, kolegium, konsil), pengembangan, pembinaan dan pengawasan bagi perawat, serta sanksi administratif.

Penolakan keras PPNI Surabaya terhadap RUU omnibus law, juga disuarakan bersama dalam koalisi organisasi profesi medis di Jatim ke DPRD Jatim

Lebih lanjut menurut Nuh Huda, RUU Kesehatan Omnibus Law, tidak dilakukan simplifikasi 7 poin tersebut, namun dihilangkan. “Jadi dalam penerapan di lapangan dengan diundangkan Kesehatan Omnibus Law, tidak diperlukan lagi Surat Keterangan Sehat dan rekomendasi dari OP (organisasi profesi) untuk pengurusan STR (surat tanda registrasi),” ujar Nuh Huda.

Penerbitan STR oleh konsil atas nama menteri dan berlaku tanpa jangka waktu, jumlah dan rekomendasi Surat Izin Praktik (SIP) dengan konsep monoloyalitas dan SKP oleh menteri. “ Terus yang mengawasi siapa dalam peningkatan dan pengawalan akuntabilitas profesi,” kata Nuh Huda mempertanyakan.

Agenda kedua, Nuh Huda menyampaikan terkait aplikasi Perda Jatim No: 12/2022 tentang tenaga keperawatan yang bertujuan meningkatkan kompetensi dan profesionalisme tenaga keperawatan, meningkatkan kegiatan promotif dan preventif dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan, menjamin dan meningkatkan kesejahteraan tenaga keperawatan.

Serta melindungi masyarakat atas tindakan tenaga keperawatan yang tidak sesuai standar profesi keperawatan, melindungi tenaga keperawatan dalam menyelenggarakan praktik keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, menjamin pemenuhan jaminan sosial dalam penyelenggaraan praktik keperawatan.

“Di daerah lain sudah dilaksanakan, ada Poskesdes, kalau Surabaya kan nggak ada desanya bagaimana untuk surabaya sendiri belum diaplikasikan,” kata Nuh Huda.

Sementara topik ketiga, Huda menjelaskan program kerja DPD PPNI Kota Surabaya. Dimana di Surabaya ada 7 Institut keperawatan dan setiap tahun menelorkan 500-1.000 lulusan tenaga perawat.

“Nah ini menjadi perhatian untuk peluang pekerjaan dan diharapkan harus kreatif untuk praktik mandiri maupun di fasilitas kesehatan tetap membutuhkan perhatian dewan. Juga tentang perlindungan hukum dan kejelasan pelimpahan kewenangan dari tenaga medis,” harap Nuh Huda.

Selanjutnya, program diklat dan standardisasi kompetensi perawat melalui kredensialing dan jabatan fungsional terutama di Puskesmas belum dijalankan. PPNI Surabaya juga membentuk Badan Penanggulangan Bencana (Bapena) baik Surabaya dan Jatim, sebagai pertimbangan penanganan bencana ini sangat penting.

Juga disinggung kasus Tuberkulosis (TB) di Indonesia saat ini ranking ketiga dunia. Sedang tentang vaksinasi Covid-19 lansia Jawa Timur terendah untuk vaksinasi Booster ketiga hanya 56,97 persen. Booster keempat baru 16-87 persen. ini perlu diinisiasi bersama tentang program tersebut.

Menanggapi penjelasan Nuh Huda, Komisi D menilai pembentukan Bapena sangat bagus dan perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan kelembagaan yang khusus di dalam Taruna Tanggap Bencana (Tagana) dan dukungan anggaran.

“Kami bersyukur ternyata Surabaya di-support oleh balatentara PPNI. Eman kalau tidak dimanfaatkan.” ujar Siti Mariyam, salah satu anggota Komisi D DPRD Surabaya.

Sedang terkait bimbingan atau pelatihan perawat dengan biaya mandiri, Komisi D segera mengusulkan ke Dinkes agar diadakan pelatihan mandiri yang di-subkan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, supaya ada pelatihan peningkatan kompetensi perawat.

Di penghujung rapat koordinasi, Ketua Komisi D, Khusnul Khotimah menyatakan komisinya sinonim dan seperjuangan dengan PPNI Surabaya. “Komisi D sinonim dengan semua gagasan dan pemikiran PPNI Surabaya. Kami akan segara menginisiasi perda seperti yang dilakukan pemerintah provinsi,” tandas Khusnul Khotimah.

Masukan lain yang menjadi catatan penting Komisi D, antara lain tentang cakupan vaksinasi; kemudian standar gaji; peningkatan kapasitas perawat; mengusulkan support anggaran dan jaminan sosial perawat yang belum didapatkan,

“Khusus masalah jaminan sosial, kami segera diberi data sehingga DPRD dapat bersurat dan memanggil klinik atau fasilitas kesehatan untuk mengetahui kendala yang ada,” tutup Khusnul Khotimah. (*)

Reporter: Santi Andriana /Editor: widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.