Fenomena Kasus Keracunan Ciki Ngebul, Dinkes Kota Malang dan Ahli Gizi: Nitrogen Cair Bukan untuk Dikonsumsi

MALANG (Lenteratoday) – Mencegah terjadinya kasus keracunan jajanan ciki ngebul (cikibul) yang menggunakan campuran cairan nitrogen, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang berencana melakukan berbagai tindakan antisipasi. Mulai dari pengawasan oleh Puskesmas hingga sekolah.
“Pengawasannya di awal kita menugaskan kepada 16 Puskesmas untuk mengawasi tempat-tempat tertentu. Mulai dari sekolah kemudian pusat perbelanjaan,” ujar Kepala Dinkes Kota Malang, Husnul Muarif, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (20/1/2023).
Husnul mengatakan, apabila masih terdapat penjual cikibul di Kota Malang. Maka terkait dengan penindakan, pihaknya akan mengkoordinasikan dengan Satpol PP, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskopindag), dan BPOM.
“Nanti kita melalukan edukasi ke penjual. Bahwa liquid nitrogen itu tidak ada manfaatnya untuk makanan. Dia hanya menghasilkan sensasi dingin dan mengeluarkan uap saja,” jelasnya.
Sementara itu, anjuran untuk tidak mengkonsumsi jajanan yang menggunakan nitrogen cair, juga diungkap oleh salah satu Ahli Gizi dari Universitas Brawijaya (UB), Eva Putri Arfiani, S.Gz., M.P.H,. Menurut Eva, jika menilik komposisi bahan nitrogen cair. Maka, telah terjadi perubahan zat dari nitrogen gas menjadi nitrogen cair.
“Nah ini harus kita dalami dulu, bahwa nitrogen yang awalnya dia berupa gas. Tapi ketika dia dicairkan di suhu yang sangat rendah. Jadi dia berubah dari zat asalnya. Perubahan zat ini pasti ada dampak negatifnya. Terlebih kalau kita makan,” ujar Eva yang juga seorang Dosen S1 Gizi, Departemen Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, UB.
Alhasil, meskipun tidak mempengaruhi rasa dan warna dari suatu makanan. Nitrogen cair dikatakannya dapat menimbulkan sensasi layaknya luka bakar atau bahkan radang tenggorokan jika dikonsumsi.
“Karena luka bakar itu tidak hanya disebabkan oleh panas atau api. Kalau terlalu dingin itu juga ada sensasi kayak kaget atau terbakar pada jaringan kulit. Itu dampak dari nitrogen cair. Itu dari sisi zat cairnya tadi. Yang ketika kita konsumsi, dia bukan masalah dari rasanya tapi dari sensasi dingin yang bisa menyebabkan luka bakar atau radang,” urainya.
Lebih lanjut, Eva mengungkap bahwa dari sisi gizi, sesuai aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (B-POM), nitrogen cair termasuk dalam bahan penolong dan bukan bahan pangan.
“Jadi kalau nitrogen ini bukan merupakan bahan pangan. Tapi masih bahan penolong. Yaitu bahan yang ditambahkan tidak untuk dikonsumsi, tapi hanya sebatas mempengaruhi kondisi zatnya. Jadi kalau nitrogen cair itu biasanya digunakan untuk pendingin atau pembeku. Tapi itu tidak untuk dikonsumsi,” serunya.
Di akhir, untuk memperkuat tidak dianjurkannya mengkonsumsi nitrogen. Eva bahkan menyebut bahwa tidak ada ketentuan maksimal penggunaan pada nitrogen cair. Padahal, sejatinya setiap bahan pangan diharuskan untuk memiliki ketentuan batas maksimal, di setiap penggunaannya.
“Dari sisi perizinan Badan POM, dia boleh digunakan hanya untuk bahan penolong bukan bahan pangan. Batas maksimal pun juga tidak ada karena dia bukan bahan pangan. Kalau bahan pangan kan pasti ada penggunaan batas maksimalnya. Memang tidak digunakan untuk dikonsumsi meskipun gak mempengaruhi rasa suatu makanan itu,” tandasnya.(*)
Reporter: Santi Wahyu /Editor: Widyawati