
KOLOM (Lenteratoday) -Biaya Paket haji di Arab Saudi turun hingga 30 persen. Tapi usulan Kementerian Agama (Kemenag) RI, biaya keberangkatan untuk jamaah Indonesia justru diusulkan naik sekitar 75 persen. Hal inipun memicu keriuhan dari berbagai pihak.
DPR RI belum satu suara, ada yang sepakat, ada yang ragu-ragu meminta pemerintah tidak buru-buru dan juga ada yang tegas menentangnya. Pengusaha travel dan jamaah juga mengutarakan keberatannya.
Sementara itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertanya-tanya alasan biaya haji naik setinggi itu. Waketum MUI Anwar Abbas menuding ada permainan yang justru dilakukan oleh pengusaha di Arab Saudi.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan biaya haji di 2023 naik jadi Rp 69 juta. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertanya-tanya alasan biaya haji naik setinggi itu. Hal itu disampaikan oleh Waketum MUI Anwar Abbas. Dia tetap bertanya-tanya meskipun tahu kenaikan yang paling mencolok dari biaya haji 2023 yakni terkait akomodasi.
"Kenaikan yang paling mencolok dari biaya haji tahun 2023 ini adalah menyangkut biaya akomodasi di Mekkah dan di Medinah. Yang membuat kita bertanya-tanya mengapa tingkat kenaikannya setinggi itu," kata Anwar Abbas, Minggu (22/1/2023).
Anwar Abbas menuding ada permainan yang justru dilakukan oleh pengusaha di Arab Saudi. Dia menyebut ada upaya pengusaha di negara tersebut untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.
"Ada kesan para pengusaha Saudi benar-benar berperan sebagai price setter di mana masalah harga, merekalah yang menentukan dengan memanfaatkan situasi yang ada untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya," ucapnya.
Anwar Abbas berharap biaya akomodasi di Mekkah dan Madinah bisa ditinjau ulang kembali. Dia juga mendorong agar Pemerintah Arab Saudi turun tangan memberi penjelasan terkait kenaikan harga tersebut.

"Untuk itu kita meminta agar harga biaya akomodasi di Mekkah dan di Madinah ditinjau ulang agar harga yang terbentuk benar-benar merupakan harga yang wajar. Untuk itu kita harapkan agar Pemerintah Saudi turun tangan untuk menstabilkan harga agar para jamaah yang akan melaksanakan ibadah haji tidak terbebani dengan biaya yang besar," ujar dia.
Anggota DPR Komisi Agama dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori, menyatakan fraksinya menolak usulan pemerintah untuk menaikkan biaya haji 2023 sebesar Rp 69 juta. Dia mengatakan fraksinya mengusulkan agar kenaikan biaya haji berada pada angka Rp 50 jutaan.
“Saya kira sih kalau bisa sekitar Rp 50 jutaan. Itu sudah angka yang cukup baik, dari Rp 40 juga menjadi Rp 50 juta,” kata Bukhori di Kantor DPP PKS, Jakarta Selatan.
Dia mengatakan pihaknya sudah mendorong pemerintah untuk memaksimalkan diplomasi kepada Arab Saudi. Isu yang disasar, kata dia, ihwal kuota haji dan pembiayaan.
Menurut Bukhori, negosiasi yang optimal bisa menekan kenaikan biaya haji. Pasalnya, kata dia, dengan jumlah jamaah haji yang begitu besar, Indonesia bisa menjadi jadi penentu harga dan konstelasi yang ada di Mekkah dan Madinah.
Fraksi PPP DPR RI juga menyayangkan usulan Kementerian Agama yang akan menaikkan biaya haji 2023. Adapun biaya haji naik menjadi Rp 69 juta, dibanding Rp 39 juta di tahun sebelumnya.
"Fraksi PPP berusaha agar biaya haji tidak mahal sebagaimana yang diusulkan Kemenag, karena banyak komponen biaya yang seharusnya bisa diturunkan. Selain itu bisa disubsidi oleh Dana hasil pemanfaatan tabungan haji," jelas Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PPP, KH Muslich Zainal Abidin dalam keterangan tertulis, Minggu (22/1/2023).
Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menilai perubahan mendadak atas nama istitha’ah akan merugikan jamaah yang akan berangkat tahun ini. Sebab mereka harus menyiapkan dana tambahan dengan kisaran Rp 30 jutaan dalam waktu singkat.“Bagi mayoritas calon jamaah yang harus menabung bertahun-tahun angka itu cukup besar,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (22/1/2023).

Untuk itu, Marwan meminta usulan pemerintah terkait proporsi pembebanan biaya haji 70 berbanding 30, di mana 70 persen biaya akan ditanggung oleh jamaah dan 30 persen subsidi pemerintah yang diambil dari nilai manfaat BPIH merupakan proporsi ideal.Proporsi tersebut sesuai dengan prinsip istitha’ah atau prinsip haji hanya bagi mereka yang mampu.
Penjelasan Kemenag
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menjelaskan, penurunan paket haji di Saudi sudah diperhitungkan dalam usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 yang diusulkan pemerintah.
"Penurunan paket haji [di Saudi] itu juga sudah diperhitungkan dalam usulan BPIH 1444 H/2023 M yang disusun pemerintah," kata Hilman dikutip Minggu (22/1/2023).
Hilman menjelaskan yang diturunkan oleh Pemerintah Arab Saudi adalah paket layanan haji. Paket itu adalah layanan dari 8-13 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau yang biasa disebut juga dengan Armuzna atau Masyair.
Untuk warga domestik, Pemerintah Arab Saudi menawarkan empat paket layanan Masyair tahun 1444 H/2023 M, yaitu pertama mulai dari SAR 10.596-SAR 11.841 (sekitar Rp43 juta-Rp48 juta), kedua mulai SAR 8.092-SAR 8.458 (sekitar Rp33 juta - Rp34,5 juta), dan ketiga mulai SAR 13.150 (sekitar Rp53,6 juta).
Saudi menawarkan juga paket keempat, mulai SAR 3.984 (sekitar Rp16 juta), tetapi tidak ada layanan di Mina. Hanya akomodasi dan konsumsi di Arafah dan Muzdalifah.
"Itulah yang disebut paket layanan haji yang ditangani oleh Syarikah atau perusahaan di Saudi. Harganya pada tahun lalu karena alasan pandemi, naik sangat signifikan. Tahun ini alhamdulillah diturunkan. Jadi terkait paket layanan haji di Masyair, hitungan dalam usulan BPIH pemerintah juga turun, kisarannya juga 30 persen dan itu sangat signifikan," kata dia.
Hilman mengatakan pemerintah sudah menyesuaikan harga sesuai yang ditetapkan Saudi dalam komponen BPIH tahun ini. Kemenag tetap mempertahankan kualitas layanan bagi jamaah di Masyair.

"Kepada perusahaan penyedia layanan, kami tetap meminta komitmen agar dengan harga yang ditetapkan pemerintah Saudi itu, layanan yang diberikan kepada jamaah juga tetap berkualitas," jelasnya.
Namun, kata Hilman, komponen BPIH tidak hanya paket layanan haji. Komponen biaya haji juga mencakup layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Arab Saudi."Di luar Masyair, masa tinggal jamaah sekitar 30 hari, baik di Mekkah maupun Madinah. Ini kita siapkan semua layanannya," ucapnya.
Selain itu, penyusunan usulan BPIH juga memperhatikan komponen kurs Dollar (USD) dan kurs Riyal Saudi (SAR). Dalam usulan itu, asumsi yang digunakan adalah Rp15.300 untuk kurs 1USD, dan Rp4.080 untuk kurs 1SAR. Pada 2022, kurs SAR yang digunakan adalah Rp3.846. Untuk kurs USD tahun 2022 adalah Rp14.425.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah komponen pesawat. Sebab, ini sangat bergantung pada harga avtur.Soal usulan biaya haji yang dibebankan kepada jamaah malah naik, Hilman menjelaskan kondisi ini terjadi karena perubahan skema persentase komponen Bipih dan nilai manfaat. Pemerintah mengajukan skema dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.
"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," kata dia.
Namun, kata Hilman, usul dari pemerintah belum final. Pemerintah akan membahasnya bersama Komisi VIII DPR."Usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H itu belum final, karena terbuka untuk dibahas bersama dengan Komisi VIII DPR. Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini," ucapnya.

Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Asep Saipudin Jahar, MA, PhD, usulan kenaikan BPIH ini sangat rasional dan tepat serta menghindari jebakan skema ponzi. Dia menjelaskan, bila dilihat dari nilai manfaat (NM) dana jamaah haji (data BPKH 2010-2022), tampak bahwa pemberian nilai manfaat dana haji tidak mencerminkan nilai riil.
"Sebagai contoh, dalam waktu empat tahun 2010-2014 (NM 2010 Rp4,45 juta; NM 2014 Rp19,24 juta), nilai manfaatnya di atas 400 persen. Ini mustahil. Inilah yang menjadi kekhawatirannya sehingga kecenderungan skema ponzi dalam penggunaan nilai manfaat dana haji,” kata dia dalam keterangan persnya di Jakarta, Minggu (22/1/2023).
Dia menyatakan, tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan skema Ponzi, karena ada unsur ketidakadilan dan berbahaya untuk jangka panjang. Prof Asep menegaskan kenaikan BPIH menjadi penting sehingga biaya untuk berhaji didasarkan pada kebutuhan riil dan subsidi pemerintah, serta terhindar dari penyalahgunaan keuangan.
Kasus yang menimpa calon jamaah umroh First Travel, dia mengingatkan, adalah akibat skema ponzi tidak terulang lagi. Harga murah yang ditawarkan First Travel, menurutnya, ternyata perusahaan mempraktikkan skema Ponzi dalam pengaturan uang jamaahnya.
”Perputaran uang secara sepihak yang tidak transparan sama halnya dengan menginvestasikan uang tanpa persetujuan dari pendaftar,” kata Prof Asep yang juga Pembina Lazisnu Tangsel.
Dia menyarankan Kementerian Agama, dalam hal ini diwakili oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, hendaknya melakukan aneka pangawasan yang komprehensip untuk menghindari kasus penggelapan dana jamaah haji. Masa tunggu haji yang lama, kata dia, jangan lantas dijadikan alasan bagi para oknum untuk menangguk keuntungan dari dana haji yang mengendap sembari menunggu pelunasan (*)
Editor: Arifin BH, Sumber Koran Lentera