
Surabaya – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Obat Tradisional tidak hanya untuk mengurangi ketergantungan obat kimia di Indonesia. Namun juga sebagai upaya pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) obat tradisional. Ke depan, obat tradisional juga akan diupayakan untuk masuk dalam daftar obat ditanggung BPJS.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Kodrat Sunyoto mengatakan, salah satu tujuan Raperda itu adalah agar UMKM lebih diberdayakan. Sebab, sebagian besar SDA-nya ada di Jatim. Tapi, untuk pemberdayaan UMKM ini perlu pendampingan secara khusus dari Dinas yang membidangi yaitu Dinas Kesehatan. “Saya lebih menekankan ada kebijakan khusus terutama yang berkaitan dengan tindak lanjut Raperda ini,” kata Ketua Fraksi Golkar ini, Kamis (11/6/2020).
Peningkatan peran UMKM itu juga diharapkan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Pawaransa. Maka semua unsur harus dilibatkan, mulai dari Perguruan Tinggi, BPOM dan BPJS. Ini terkait upaya memberi kemudahan rakyat dalam mendapatkan obat ini.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslahah mengatakan yang tak kalah penting adalah bagaimana obat tradisional ini bisa masuk dalam katalog BPJS. Dengan demikian pembelian obat ini akan ditanggung oleh BPJS. “Kita ini kan mayoritas BPJS dan salah satu syarat agar ditanggung BPJS adalah obat harus masuk katalog BPJS. Inilah perlunya dikomunikasikan dengan Kemenkes dan juga BPJS supaya bisa dicover,” kata Anik.
Untuk mewujudkan itu, terkait teknis dengan perlindungan obat tradisional ini diperlukan kerjasama dengan perguruan tinggi misalnya Universitas Airlangga (Unair). Terutama terkait pemenuhan legalitas dan memasukannya dalam katalog BPJS. Selain itu, menurut politisi PKB ini, yang tak kalah penting adalah kemanfaatan dan kemujaraban obat. Bila itu telah diteliti, maka akan laku karena saat dikonsumsi ada efek yang cepat.
Terpisah, Anggota Komisi E DPRD Jatim, dr Benyamin Kristianto mengatakan, terkait kemujaraban obat tradisional diperlukan adanya uji klinis untuk mengetahui manfaat obat tersebut. “Umpamanya temu lawak buat liver, kita tahu pasti benar, tapi kalau di luar negeri temu lawak itu ada T 1, T2, T3, T4, T5. Yang bermanfaat buat liver misalkan T1 dan T3, maka ekstaknya yang dipakai dan selain itu dibuang, sebab mungkin ada yang mengakibatkan efek lain. Itu namanya uji klinis,” tandasnya.
Dikatakannya, tidak bisa obat tradisional dikatakan bermanfaat hanya dari cerita nenek moyang. Misal, kata orangtua minum beras kencur bisa mengatasi masuk angin. Dr Benyamin mengatakan itu memang salah satu manfaat beras kencur, namun secara klinis tetap harus diketahui beras kencur itu mengandung apa saja yang memberikan efek penyembuhan itu.
Lebih lanjut dia mengatakan pada prinsipnya dokter-dokter setuju dengan kehadiran obat tradisonal. Bahkan di luar negeri sudah banyak pengobatan yang back to natural. Tapi untuk mewujudkan itu tetap harus melalui penelitian dan uji klinis. “Pertama dilakukan uji klinis dengan diteliti manfaat dan efek sampingnya, jika benar itu bagus maka masuk pangsa pasar. Cost benefit harus dihitung, apakah itu mahal apa tidak, kalau tidak mahal kita mendukung. Karena di luar negeri sudah back to natural yang teruji klinis dan harganya murah,” tegasnya.
Sementara, Juru bicara Komisi E DPRD Jatim, Artono menjelaskan, tanaman obat sebagai bahan bakunya di Indonesia sangat melimpah. Dari total sekitar 40 ribu jenis tanaman obat yang telah dikenal di dunia, 30 ribu-nya disinyalir berada di Indonesia.
“Jumlah tersebut mewakili 90 % dari tanaman obat yang terdapat di wilayah Asia. dari jumlah tersebut 25% diantaranya atau 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau tanamanan obat. Namun, baru hanya 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk bahan baku obat-obatan herbal atau jamu,” kata Artono pada Rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin (8/6/2020).
Besarnya sumber daya tanaman biofarmaka dan perusahaan obat tradisional menjadi peluang bagi Jatim untuk membuat kebijakan pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan obat tradisional dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pandemi Covid-19 ini menjadi memontum yang sangat berharga untuk dilakukan penelitian dan pengembangan terhadap obat tradisonal, sehingga dapat menjadi obat herbal berstandar.
Raperda tetang Perlindungan Obat Trandisional ini bertujuan untuk menjamin keamanan khasiat atau manfaat dan mutu produk yang dihasilkan di daerah; mengembangkan bahan baku dan produk jadi obat tradisional di daerah; meningkatkan pemanfaatan obat tradisonal untuk promosi pencegahan, pengobatan, perawatan, dan atau pemeliharaan kesehatan di daerah; mengurangi ketergantungan pada penggunaan obat kimia dalam pelayanan kesehatan di daerah; meningkatkan kesejahteraan petani tanaman obat dan pelaku usaha obat tradisonal, terakhir menjaga serta melestarikan warisan budaya.
Selanjutnya, Pemprov Jatim juga dapat membentuk Rumah Sakit Herbal dan perusahaaan daerah yang memiliki usaha di bidang obat tradisonal. Namun demikian harus didasarkan pada kebutuhan, penilaian kelayakan, kesiapan, sarana, prasarana, dan fasilitas serta kemampuan dan ketersediaan sumber daya manusia melalui kajian mendalam dan komprehensif.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Raperda tentang Perlindungan Obat Tradisional ini adalah sesuatu yang sangat strategis. “Kalau tadi dalam nota penjelasan perlu ada political commitment itu sangat benar. Tahun 1992, obat-obatan kita yang diimpor ada 95%, tahun 2020 obat-obatan kita yang impor juga 95%. Artinya ada sesuatu yang harus kita lakukan yaitu langkah langkah yang bersifat out of the box. Dan saya rasa apa yang disampaikan oleh juru bicara Komisi E tentang Raperda Perlindungan Obat Tradisional ini menajadi bagian yang sangat strategis,” tandasnya.
Meski demikian, Khofifah memohon supaya pada proses pembahasan berikutnya tidak terburu-buru. Namun akan lebih baik jika dikomunukasikan dengan BPJS, Kementerian Kesehatan, dan Akademisi Fakultas Kedokteran yang sudah memiliki Program Studi Pengobatan Tradisional seperti Unair (memiliki program D3 untuk pengobatan tradisional). “Ini satu pemikiran yang luar biasa, pasti resonansinya juga sangat strategis ke depan,” pungkasnya. (ufi)