09 April 2025

Get In Touch

Serangan Geng di Pinggiran Ibukota Haiti Menewaskan Sedikitnya 12 Orang

Polisi berpatroli di Port-au-Prince, Haiti, setelah pihak berwenang memperpanjang keadaan darurat. (Reuters/Ralph Tedy Erol)
Polisi berpatroli di Port-au-Prince, Haiti, setelah pihak berwenang memperpanjang keadaan darurat. (Reuters/Ralph Tedy Erol)

PORT-AU-PRINCE (Lenteratoday) – Pada hari Senin (18/3/2024), sebelum matahari terbit, komunitas pegunungan Laboule dan Thomassin menjadi sasaran serangan oleh sekelompok orang bersenjata yang melakukan penjarahan terhadap rumah-rumah penduduk.

Kejadian tersebut menewaskan sejumlah warga. Setidaknya 12 mayat telah dipindahkan menggunakan ambulans dari lingkungan kelas atas Petion-Ville di pinggiran ibukota Haiti, Port-au-Prince. Kejadian ini terjadi di tengah ketegangan yang semakin memanas di Haiti, sementara masyarakat menunggu pengumuman resmi dari pemerintah baru.

Serangan tersebut memaksa banyak penduduk untuk melarikan diri demi keselamatan mereka sendiri. Beberapa dari mereka bahkan terpaksa menelepon stasiun radio setempat untuk meminta bantuan dari kepolisian.

Meskipun ada lonjakan serangan geng di seluruh Port-au-Prince sejak 29 Februari lalu, sebagian besar lingkungan masih bisa dipertahankan kedamaiannya.

Mayat-mayat korban, yang telah ditembak, dipindahkan dari jalan utama ke pinggiran kota serta dari luar stasiun pengisian bahan bakar, menurut laporan dari kantor berita Reuters dan Associated Press.

Serangan terbaru telah menimbulkan keprihatinan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng kemungkinan tidak akan berhenti.

Hal ini terkait dengan pernyataan dari Perdana Menteri Ariel Henry yang mengumumkan hampir seminggu yang lalu bahwa ia akan mengundurkan diri, memenuhi permintaan dari geng tersebut.

Henry akan mundur setelah pembentukan dewan kepresidenan transisi. Dewan ini akan terdiri dari tujuh anggota yang memiliki hak suara dan dua pengamat yang berasal dari berbagai koalisi politik dan sektor masyarakat.

Para pemimpin geng telah memperingatkan akan adanya "pertempuran" untuk Haiti dan mengancam para politisi yang bergabung dengan dewan transisi. Sementara itu, penduduk harus menghadapi kekurangan makanan dan perawatan medis yang semakin parah.

Haiti telah mengalami kerusuhan selama bertahun-tahun yang berubah menjadi lebih buruk setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021.

Krisis semakin dalam tahun ini ketika kelompok-kelompok bersenjata Haiti melancarkan serangan terhadap polisi, penjara, dan lembaga-lembaga negara lainnya. Bandara utama di Port-au-Prince telah ditutup, dan penduduk takut keluar rumah untuk mendapatkan air, makanan, dan persediaan lainnya.

Pada hari Senin (18/3/2024), perusahaan listrik Haiti mengumumkan bahwa empat gardu induk di ibu kota dan di tempat lainnya telah "hancur dan tidak berfungsi sama sekali". Dampaknya, sebagian besar wilayah Port-au-Prince, termasuk daerah kumuh Cite Soleil, komunitas Croix-des-Bouquets, dan sebuah rumah sakit, mengalami pemadaman listrik.

Perusahaan tersebut melaporkan bahwa geng-geng lokal telah menyita dokumen-dokumen penting, kabel, inverter, baterai, dan barang-barang lainnya dari gardu induk tersebut. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan perusahaan untuk memperbaiki gardu dan memulihkan pasokan listrik ke wilayah yang terkena dampak.

Menurut Jean-Michael Bauer, direktur Haiti di Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP), kondisi yang semakin memburuk di negara tersebut membuat organisasi-organisasi kemanusiaan menghadapi kesulitan dalam menyalurkan bantuan.

"Port-au-Prince adalah tempat yang berada dalam situasi yang sulit saat ini. Kami tidak bisa masuk dan keluar melalui jalan darat. Sangat sulit untuk masuk melalui udara. Masuk dan keluar melalui laut adalah sebuah tantangan," kata Bauer kepada sub-komite hak asasi manusia Parlemen Eropa pada hari Senin.

"Kami membutuhkan keamanan di negara ini. Keamanan adalah masalah nomor satu saat ini. Namun, kami juga perlu memastikan bahwa pada saat yang sama kami menghadirkan keamanan, kami memiliki komponen kemanusiaan yang kuat dalam segala hal yang kami lakukan."

Kekerasan telah menciptakan kebuntuan politik yang membuat PBB serta kedutaan besar Amerika Serikat dan Kanada menarik staf mereka dalam beberapa hari terakhir.

Komunitas internasional juga mendorong untuk mengerahkan pasukan polisi yang dipimpin oleh Kenya untuk membantu menjaga keamanan di Haiti.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, hari Senin mengatakan bahwa Komunitas Karibia (CARICOM) hampir menyelesaikan dewan transisi.

"Pengumuman dewan ini, kami yakin, akan membantu membuka jalan bagi pemilihan umum yang bebas dan adil serta pengerahan misi dukungan keamanan multi-nasional," kata Patel kepada para wartawan. (*)

Sumber: Al Jazeera
Penerjemah: Aria (mk) | Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.