
Kediri - Perjuangan M Arif Akbar, salah satu millenial Kota Kediri, dalam memasarkan produk usahanya ibarat pepatah sengsara membawa nikmat. Pemuda asal dari Banjaran, Kecamatan Kota, Kota Kediri setelah bersusah payah memasarkan produk bubuk cokelat milik usaha keluarganya, akhirnya berhasil tetap eksis di tengah terpaan pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Arif Akbar gigih menawarkan bubuk cokelatnya, bahkan dengan memasarkan secara door to door pun dijalani. Omsetnya pernah mencapai Rp 15 juta/bulan, produk bubuk coklatnya dikemas dengan merek Chocolazo. Bahkan, Pemkot Kediri sempat turun tangan membantu memfasilitasi sertifikat halal dan sertifikasi auditor untuk mendukung usaha kreatif ini.
Awalnya Arif Akbar tinggal di Jakarta, namun ketika kakeknya jatuh sakit, dia sekeluarga pindah ke Kota Kediri untuk merawat sang kakek. Selama tinggal di Kediri sejak 2014, Arif berpikir untuk melakukan sesuatu yang tak jauh-jauh dari studinya di Teknologi Pangan IPB. Sebelumnya ia pernah bekerja di perusahaan walet di Bojonegoro dan perusahaan biskuit di Surabaya. Namun ia ingin mandiri dan menjadi pengusaha makanan yang sukses.
“Ayah saya menyarankan untuk mengolah cokelat. Kebetulan ayah memang pernah ada di bidang percokelatan. Saya mulai merintis mengolah cokelat, sejak 2019. Saya spesialis cokelat houseblend customize,” katanyaArif.
Menurut Arif, awalnya mengambil bahan kakao dari Sulawesi, penghasil kakao ketiga terbesar di dunia. Kemudian ia serius menekuni bidang pengolahan cokelat ini. Akhirnya ia berhasil membuat 4 varian cokelat bubuk yaitu dark brown, milk choco, origin, dan light choco.
Produk tersebut dijual dengan kemasan 250 gr, varian original Rp 25.000, milk chocolate Rp 27.000, light chocolate Rp 30.000, dan varian dark brown chocolate Rp 38.000. Sedangkan barista mate (custom houseblend) dijual Rp 155.000/kg.
Dia menguraikan light choco melalui natural process, rasanya sedikit asam. Sedangkan dark brown menggunakan teknik dutch, yaitu proses cokelat dengan basa hingga hasil lebih hitam dan berat rasa cokelatnya. Dengan mesin pencampur cokelat berkapasitas 50kg.
Sebelum Covid-19, omset mencapai Rp 10 juta hingga Rp 15juta/bulan. Namun selama Covid-19, omset turun tinggal Rp 2juta sampai Rp 3juta/bulan. Kondisi tersebut tidak membuatkannya putus asa, apalagi dia banyak mendapat dukungan, diantaranya dari Pemkot Kediri.
“Pemkot lewat Indag membantu pengurusan sertifikat halal dengan fasilitasi pelatihan sertifikasi auditor halal untuk produk saya,” kata Arif. Selain juga membekalinya dengan berbagai pelatihan untuk mengembangkan penjualannya.
Kini, selain tetap door to door, Arif juga memasukkan produknya ke marketplace. Pembelinya pun meluas mulai dari Bali, Pekanbaru, hingga Jakarta. “Cita-cita saya punya food industry asli Kediri dan bisa ekspor,” imbuhnya singkat. (gos)