
JAKARTA (Lenteratoday) -Anggota Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR Marwan Jafar mencurigai telah terjadi tindak gratifikasi terkait pengisian kuota haji khusus pada pelaksanaan Ibadah Haji 2024.
Menurut Marwan, para verifikator yang dihadirkan mengatakan tidak mengetahui mengenai alokasi kuota haji khusus. Sebab, semua dikatakan berasal dari atas.
Oleh karena itu, dia meminta Pansus Haji untuk mendalami dugaan gartifikasi tersebut hingga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Berarti di sini kan ada intervensi. Intervensi itu ada dua pak berupa kebijakan, penyalahgunaan wewenang atau abuse of power, bisa juga intervensi dalam pegertian yang lain terjadi gratifikasi pak,” ujar Marwan dalam rapat Panita Khusus (Pansus) Haji di kompleks MPR/DPR RI, Senin (9/9/2024), dikutip dari YouTube TVR Parlemen.
Marwan mengatakan, ada calon jemaah yang tidak melalui masa tunggu atau masa tunggu 0 tahun. Dengan kata lain, langsung berangkat pada 2024.
"Kesaksian ibu yang dari Kalimatan Barat beberapa hari yang lalu itu sangat nyata dan tegas di situ terjadi gratifikasi pak tentang travel haji di situ dan yang memainkan ini siapa bisa jadi mohon maaf ini, bisa jadi bapak-bapak yang ada di depan kita ini. Saya yakin tidak karena kelihatannya saleh semua begini, tapi bisa jadi staf khusus misalnya. Staf khusus ini kan tangannya ke mana-mana pak,” katanya.
Atas dasar itu, Marwan meminta Pansus Haji memperdalam dugaan tindak pidana korupsi itu juga. Sehingga, meminta KPK dilibatkan dalam prosesnya.
"Pak ketua saya mengusulkan bahwa sebaiknya dalam pansus ini kita didampingi oleh KPK. Karena KPK saya kira juga tahu banyak soal hal ini, meskipun mereka juga diam. Tapi sebetulnya diam-diam juga tahu banyak data-datanya,” ujar Marwan.
Namun, Ketua Pansus Haji DPR Nusron Wahid menganggap bahwa KPK tidak perlu dilibatkan dalam proses yang berlangsung di DPR.
“Enggak usah didampingi (KPK) Pak Marwan, mereka sudah kerja masing-masing, punya tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi)-nya masing-masing,” kata Nusron.
Sebelumnya, Marwan Jafar juga mengemukakan dugaan telah terjadi pelanggaran undang-undang terkait pengalokasian haji khusus.
“Misalnya tentang pelunasan haji pak, itukan berbeda-beda tadi itu antara peraturan dirjen, peraturan apa tadi itu dengan undang-undang juga berbeda, itulah yang menjadi titik masuk entry poin dari adanya intervensi pihak-pihak tertentu terhadap upaya untuk menetapkan 0 tahun dan tidak 0 tahun itu berangkat,” ujar Marwan.
Dalam rapat, Pansus Haji mencecar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Jaja Jaelani perihal 3.503 jemaah haji tahun 2024 yang langsung berangkat. Padahal, lumrahnya ada masa tunggu sehingga seharusnya berangkat pada 2031.
Jaja pun menjawab bahwa calon jemaah haji tersebut memang seharusnya berangkat pada tahun 2030-an.
Namun, dia mengungkapkan, masih tersisa sekitar 4.000 kuota haji khusus sehingga dimintakan kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) untuk mengisi kuota tersebut.
"Di dalam pengisian kuota, saya sampaikan kepada PIHK kuota tambahan setelah diisi dari kuota 10.000. Yang nomor urut itu kan sebanyak 9.400 jadi masih ada 4.000,” kata Jaja.
Menurut Jaja, PIHK menginformasikan bahwa banyak calon jemaah dalam antrean yang tidak siap. Oleh karenanya, calon jemaah haji khusus yang berangkat mengikuti sistem antrean pada PIHK.
"Kami sudah sampaikan ke PIHK silakan diisi nomor berikutnya tapi nampaknya tidak semua jemaah yang nomor berikut itu tidak mengisi Pak. Enggak ada yang siap mereka bilang. Dari tidak kesiapan itu, mereka ikuti nomor antrean di PIHK,” ujarnya, mengutip Kompas.
Hal tersebut menurut Pansus Haji janggal pasalnya sudah ada nomor antrean berdasarkan siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu)*
Editor: Arifin BH