22 April 2025

Get In Touch

Catat Mas Menteri! Survei Kemendikbud: Siswa Sulit Pahami Pelajaran Lewat Daring

Catat Mas Menteri! Survei Kemendikbud: Siswa Sulit Pahami Pelajaran Lewat Daring

Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan survei kegiatan belajar mengajar jarak jauh di tengah pandemi Corona (COVID-19). Hasilnya, ada 87 persen aktivitas guru hanya sekedar memberikan soal dan tidak memanfaatkan teknologi di era digital ini.

Hasil survei itu dipaparkan oleh Plt Pusdatin Kemendikbud,Muhammad Hasan Chabibie, di diskusi online UNJ bertajuk 'Peluang dan TantanganPembelajaran Jarak Jauh', Minggu (26/7). Chabibie tidak merinci kapan surveiini dilakukan, dan menggunakan metode apa, dia hanya memaparkan hasil surveiini dalam diskusi itu.

"Kami lakukan survei, bahwa ternyata di lapangan yang terjadi guru lebih dari 87 persen, atau lebih 85 persen, aktivitas yang dilakukan itu masih sekedar memberikan soal, aktivitas dengan buku teks pun bahkan posisinya hanya 50, 40 persen paling gampang kita kasih tugas ngumpulin, kasih tugas ngumpulin. Saya nggak tahu ini kejadiannya apakah karena faktor kompetensi di masing-masing individu, ya tentu berbeda dengan yang lain atau faktor lain. Tapi ini yang kita tangkap di lapangan," papar Chabibie.

Dia juga menyebut siswa hampir separuh siswa SMP hingga SMKdi Indonesia sudah memanfaatkan digital. Sementara untuk tingkatan SD itumereka menggunakan televisi sebagai media belajar."Case study di SD banyaknonton televisi, SMP-SMA mereka sudah pakai YouTube, mereka sudah pakai rumahbelajar untuk kemudian menjadi bagian aktivitas yang tak terpisahkan,"jelasnya.

Selain itu, Kemdikbud juga menyebut rata-rata siswa tidakbisa memahami pelajaran dalam kondisi kegiatan belajar jarak jauh. Siswa jugatidak berkonsentrasi secara penuh jika belajar di rumah."Hambatan setelahkita di lapangan apa yang terjadi, kenapa siswa kita nggak maksimal dalampembelajaran jarak jauh? Ternyata yang menarik untuk daerah-daerah yang 3P,daerah yang kota biasa itu yang paling penting adalah (siswa) kesulitanmemahami pelajaran, dan kemudian kedua kurangnya konsentrasi. Ketiga tidak bisabertanya ke Bapak Ibu guru-nya," ucapnya.

"Ini menarik, ternyata persoalan utamanya adalahpersoalan memahami pelajaran, tidak ada yang bisa bertanya secara langsung, dananak-anak kita tidak fokus. Nah ini domain ini ada di skenario pembelajaranyang disiapkan oleh Bapak Ibu guru kita pada saat akan menggeser sebuah prosesbelajar mengajar secara online. Ini yang kami butuh diskusi gimana obstacle inibisa kita selesaikan sama-sama," tambahnya.

Chabibie menyebut salah satu solusi untuk meningkatkankonsentrasi belajar anak di rumah adalah membuat konten digital. Oleh karenaitu, kata Chabibie, Kemdikbud bekerja sama dengan sejumlah pihak untukmenghadirkan konten digital pembelajaran.

"Kemendikbud kolaborasi sama semua pihak untuk menghadirkan konten digital yang bisa mengakses ke semua para pendidik, Bapak Ibu guru, para peserta, baik menggunakan TV atau internet, sehingga bisa penuhi substansi materi wawasan dan membantu dari rumah," tuturnya.

Survei KPAI

Sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan bahwa pihaknya telahmengadakan dua kali survei soal pembelajaran jarak jauh (PJJ) imbas PandemiCovid-19."Dari data kami, 79,9 persen guru, siswa, orangtua taksuka belajar di rumah," jelasnya.

Menurut Retno, ketidaksetujuan itu didasari beberapa hal.Salah satunya, masalah pada alat, banyak dari siswa tak punya gawai untukbelajar daring. "Kalaupun punya, mereka tak bisa beli data internet, kalauorangyua anaknya tiga dalam keluarga, semuanya daring itu memberatkanjuga," jelasnya.

Sehingga, jelas Retno, ada "bias class" atauketimpangan sosial dalam pembelajaran jarak jauh. Siswa yang mampu akanterlayani, sedangkan siswa menengah ke bawah tak dapat terlayani dengan baik."Contohnyasaja di Papua, ada 608 ribu siswa sekolah di sana, 54% tak terlayanidaring," jelasnya.

Bahkan ada beberapa kasus di mana anak tak naik kelas karenadianggap tak mengerjakan tugas. Padahal, daerahnya tak terjangkau aksesinternet, sehingga dia tak tahu ada tugas dari sekolahnya."Ada juga kasusanak berkebutuhan khusus, misalkan ia pintar di psikomotior, suka bicara, tapilemah dalam hal menulis, tapi sekarang tugasnya nulis terus, nah dia juga gaknaik kelas karena dianggap kerjanya tak maksimal," keluh Retno.

"Padahal surat edaran Kemendikbud jelas, siswa jangandibebankan untuk menuntaskan kurikulum, harusnya memahami kondisi anak, banyakanak jadi korban gara-gara ini," jelasnya.Retno mengharapkan ada evaluasidalam pembelajaran jarak jauh ini. Evaluasi itu diharapkan bisa menghasilkansolusi, seperti internet gratis untuk siswa.

"Lalu kurikulum juga harus adaptif dengan kondisisekarang, kurikulum harus disederhanakan, agar anak tidak terbebani. Lalu jugaharus ada pemetaan, siapa yang bisa daring, siapa yang tak punya daring,sekolah juga harus melihat ini sebagai instrumen untuk belajar jarakjauh," ungkapnya.(ist)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.