POLITIK uang secara tegas dilarang oleh UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Pasal 73 pada regulasi ini menyatakan, “Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.” Meski jelas-jelas tidak diperbolehkan, jelang pemungutan suara Pilkada 2024, kasus 'serangan fajar' terjadi di berbagai daerah. Tidak hanya di Mimika (Papua Tengah) dan Pasuruan (Jatim), hal serupa juga muncul di Mamuju (Sulawesi Barat), Tanimbar (Maluku), Serang (Jawa Barat), dan Banda Aceh serta beberapa daerah lain. Temuan ribuan amplop dengan nominal uang Rp 20.000-Rp 50.000 menjadi bukti nyata, meski keputusan sanksi masih perlu proses lagi. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengidentifikasi 130 kasus dugaan politik uang yang terjadi selama masa tenang sampai hari pemungutan suara Pilkada 2024. Mengutip tulisan Burhanuddin Muhtadi, Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam risetnya: “Ibarat ‘penipu kecil’ yang tak ingin memberi suara gratis kepada ‘penipu besar’, pemilih melihat politik uang…sebagai kompensasi kepada partai politik.” Gambaran pilu demokrasi republik ini. BACA BERITA LENGKAP, KLIK DI SINI https://cdn.lentera.co/c/newscenter/lenteratoday/2024/11/28112024.pdf
[3d-flip-book id="206679" ][/3d-flip-book]https://cdn.lentera.co/c/newscenter/lenteratoday/2024/11/28112024.pdf">