03 April 2025

Get In Touch

KPK Tangkap Buron Korupsi E-KTP Paulus Tannos, Apa Perannya di Kasus Ini?

Paulus Tannos ditangkap (kpk.go.id)
Paulus Tannos ditangkap (kpk.go.id)

JAKARTA (Lenteratoday) -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menangkap Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP yang masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buron sejak 2021.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, Paulus Tannos ditangkap di Singapura dan saat ini sudah ditahan.

"Benar, bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura,” ujarnya dikutip dari Antara, Jumat (24/1/2025).

Ia menyampaikan, KPK sedang berkoordinasi dengan Polri, Kejagung, dan Kementerian Hukum serta melengkapi persyaratan yang diperlukan untuk dapat mengekstradisi Paulus ke Indonesia.

KPK berharap bisa segera memproses Paulus dan menyeret tersangka ke persidangan.

Terkait hal itu, apa peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP?

Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP

Paulus Tannos ditangkap setelah tinggal di Singapura sejak 2012 dan sudah berstatus sebagai permanent residence atau penduduk tetap.

Dilansir dari Antara, Selasa (13/9/2019), Paulus tinggal di Singapura bersama keluarganya, termasuk anaknya Catherine Tannos yang terjerat kasus pengadaan e-KTP.

Ia memilih tinggal di Singapura setelah dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menggelapkan dana chip Surat Izin Mengemudi (SIM).

Peran Paulus Tannos dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP diketahui cukup banyak, salah satunya melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor, termasuk dengan tersangka Husmi Fahmi (HSF) dan Isnu Edhi Wijaya (ISE).

Wakil Ketua KPK pada 2019, Saut Situmorang, mengatakan, Paulus bersama Husmi dan Isnu bertemu di sebuah ruko di wilayah Fatmawati, Jakarta Selatan

"Padahal, HSF dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang," ujar Saut.

Paulus, Husmi, dan Isnu kemudian melakukan pertemuan lanjutan dalam waktu 10 bulan dan menghasilkan beberapa output.

Di antaranya, prosedur operasional standar pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis.

Hasil-hasil tersebut kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada 11 Februari 2011.

Pihak yang menetapkan HPS adalah Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

"Tersangka PLS (Paulus) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka ISE untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen, sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri," ujar Saut.

Pembagian fee korupsi e-KTP

Lewat skema pembagian fee, PT Sandipala Artha Putra bertanggung jawab memberikan fee kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui adiknya, Asmin Aulia, sebesar 5 persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh.

Kemudian, PT Quadra Solution bertugas memberikan fee kepada politikus Golkar, Setya Novanto, sebesar 5 persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Di sisi lain, Perum PNRI memiliki tugas untuk memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar 5 persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Saut menjelaskan, keuntungan bersih masing-masing anggota konsorsium setelah dipotong pemberian fee tersebut adalah sebesar 10 persen.

Setya Novanto dan politikus Golkar, Chairuman Harahap, kemudian menagih komitmen fee yang sudah dijanjikan sebesar 5 persen dari nilai proyek.

Atas penagihan tersebut, Andi Agustinus dan Paulus berjanji untuk segera memberikan fee setelah mendapatkan uang muka dari Kemendagri.

Namun, Kemendagri tidak memberikan modal kerja.

Hal ini mendorong Paulus, Andi Agustinus, dan Johannes Marliem selaku penyedia sistem AFIS L-1 bertemu dengan Setya Novanto.

Setya Novanto kemudian memperkenalkan orang dekatnya, yaitu Made Oka Masagung yang akan membantu permodalannya.

Sebagai kompensasinya dalam kesempatan itu, juga disepakati fee yang akan diberikan kepada Setya Novanto melalui Made Oka.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek KTP-el ini," kata Saut.

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.