
Surabaya - Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyampailan bahwa namun musuh yang sebenarnya saat ini adalah kemiskinan dan kebodohan, sehingga harus diberangus dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Hal itu disampaikan saat upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke 75 di Balai Kota Surabaya yang berlangsung mulai pukul 07.30 hingga 08.32 WIB.
"Kemerdekaan sesungguhnya yang dicita-citakan oleh Para Pejuang kita adalah saat anak bangsa mempunyai kemerdekaan dalam menggapai cita-cita masa depan serta kemerdekaan sebagai anak bangsa
yang berdaulat dalam pangan dan sandang," ungkap Risma saat memberikan sambutan Upacara HUT RI 75 di Balai Kota Surabaya, Senin (17/8/2020).
Risma mengungkapkan, tema Proklamasi Kemerdekaan tahun ini yakni “Indonesia Maju” yang diartikan sebagai Kemajuan yang dicapai sebagai Bangsa dengan segala ukuran obyektifnya, merupakan buah dari kerja keras semua elemen Bangsa secara berkesinambungan, seperti yang dilakukan di Surabaya dalam satu dasawarsa ini.

Menurutnya, sampai dengan akhir 2019 indikator makro dan mikro Surabaya menunjukkan kondisi yang menggembirakan, sebagai bagian dari bangsa pemenang dan bukan bangsa pecundang. Hari ini, lanjutnya, Surabaya belum terlepas dari Pandemi Covid–19 yang melanda seluruh belahan dunia. Semua indikator makro dan mikro Surabaya sungguh menurun.
"Saat ini kita bisa membuktikan bahwa dengan keterbatasan kita mampu bisa keluar dari pandemi berkat gotong royong dan kerja keras dan disiplin yang kuat. Kondisi Surabaya saat ini memang makin bagus, tingkat penularan sudah lebih rendah. Warga yang sakit makin sedikit, yang sembuh sudah lebih banyak," ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa warga Surabaya jug tidak boleh bergantung dengan orang lain lagi. Banyak peluang yang harus dimanfaatkan dengan cerdas sebagai wirausaha untuk dapat berkehidupan lebih baik dibanding dengan bekerja “ikut orang lain”. Seperti peserta Program uPahlawan Ekonomi yang awalnya bertujuan membantu Ibu Rumah Tangga mengentaskan kemiskinannya.
"Pada tahun 2019, Kelompok 234 Pahlawan Ekonomi sudah mencapai rata–rata pendapatan lebih dari Rp 14,5 juta per peserta per bulannya, meningkat pesat dari Rp 4,4 juta per peserta per bulannya pada tahun 2015 lalu.
Ada juga Kelompok 45 pendapatan dari Rp 8,8 juta per peserta per bulannya di tahun 2015 menjadi lebih dari Rp 25 juta per peserta per bulannya di tahun 2019. Hal ini, sudah jauh lebih tinggi dari Upah Minimum Kota Surabaya 2019," kata Risma.
Kendati demikian, di samping kemerdekaan finansial, para Pahlawan Ekonomi Surabaya juga mendapatkan kebebasan berekspresi dan menentukan bisnis dan pembiayaan yang dipilih, serta jadwal dan tempat berproduksi.
"Surabaya tidak punya sumber daya alam yang melimpah, tidak punya kekayaan alam seperti minyak atau gas. Kita juga tidak punya pemandangan yang bagus. Jadi artinya, kekurangan kita harus disolusikan dengan kemampuan yang harus kita miliki," pungkas Risma. (ard)