
JAKARTA (Lentera) - Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina Setyawan menyoroti sejumlah permasalahan ketenagakerjaan yang mencuat pasca peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei lalu, khususnya di Kota Surabaya yang terjadi di daerah pemilihannya.
Arzeti mengungkapkan setidaknya ada tiga isu utama yang menjadi sorotan, yaitu upah minimum kota (UMK), sistem alih daya (outsourcing), dan lemahnya pengawasan terhadap pelanggaran hak-hak buruh.
“Kalau kita bicara mengenai upah minimum kota (Surabaya) ini ya memang pertimbangan dari para pekerja adalah tingkat inflasi yang riil saat ini yang ada di lapangan,” ujar Arzeti dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Ketenagakerjaan di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025), dikutip dari perlementaria.
Terkait dengan outsourcing, para pekerja berharap sistem outsourcing dapat dibenahi. Hal itu karena mereka menyadari bahwa mekanisme yang ada saat ini belum memberikan kepastian, baik dari segi keberlanjutan pekerjaan, besaran upah yang sering kali berada di bawah standar minimum, maupun perlindungan hukum dan hak-hak pekerja yang masih sangat terbatas.
Selain itu, Arzeti juga menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap pelanggaran hak pekerja, seperti jam kerja yang tidak sesuai, upah yang tidak dibayarkan, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.
“Saat ini memang banyak sangat terjadi pelanggaran-pelanggaran hak pekerja, termasuk kita tahu soal jam kerja, upah tidak dibayar dan PHK sepihak,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Legislator dapil Jawa Timur I itu juga turut mengapresiasi langkah Kementerian Ketenagakerjaan yang telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Surabaya pada 17 April. Namun, ia menyayangkan kejadian di mana Wakil Menteri Tenaga Kerja tidak dikenali dan bahkan tidak dibukakan pintu oleh pihak perusahaan saat melakukan sidak tersebut.
Dengan sorotan ini, Arzeti berharap pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, dapat merumuskan kebijakan yang lebih berpihak kepada para pekerja, demi terciptanya iklim kerja yang adil dan manusiawi. (*)
Editor : Lutfiyu Handi