
JAKARTA (Lentera) - Pemmutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun 2025 ini diperkirakan akan menimpa 280 ribu pekerja berdasarkan prediksi Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
“Prediksi dan potensi korban PHK yang akan terjadi untuk tahun 2025 ada sekitar 280 ribu korban PHK,” kata Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, dilansir dari tempo, Rabu (21/5/2025).
Dia juga mengatakan bahwa data dari Dewan Pengawas menunjukkan hingga April 2025 telah terjadi 24,36 ribu korban PHK.
Terkait masalah ini, Dewan Pengawas telah meminta Direksi memberikan pelayanan bagi masyarakat korban PHK. Selain itu juga meminta Direksi untuk menjemput bola dengan menambah kantor wilayah dan cabang. Selain dengan optimalisasi layanan digital, Dewan Pengawas juga meminta agar Direksi membuat kanal alternatif pengajuan klaim bagi korban PHK terhadap Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Direksi juga diminta agar terus berkoordinasi dengan berbagai pihak dan mensosialisasikan berbagai program. “Dewan Pengawasan terus mendorong Direksi untuk memberikan pelayanan terbaik, terutama untuk kondisi terjadinya PHK massal,” kata Zuhri.
Kemudian, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Nunung Nuryartono, mengumumkan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) mencapai 52.850 orang sepanjang Januari hingga April 2025. Nunung menyebut rata-rata klaim JKP tiap bulan sebanyak 13.210 orang.
Kenaikan yang terjadi menurut dia cukup signifikan secara berturut-turut. "Ini memberikan indikasi bahwa terjadi pemutusan hubungan kerja yang cukup signifikan,” kata dia saat rapat dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 20 Mei 2025.
Data Dewan Jaminan Sosial Nasional menunjukkan jumlah klaim itu memang meroket sejak empat tahun lalu. Pada 2022 tercatat 844 klaim, pada 2023 sebanyak 4.478 klaim, pada 2024 ada 4.816 klaim, dan pada 2025 mencapai 52.850 klaim.
Nunung mengatakan jumlah peserta JKP sepanjang Januari-April 2025 juga meningkat hingga 2 juta orang. Ia menyebut bertambahnya peserta ini merupakan bagian dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang menghapus syarat JKP. “Di dalam situasi ekonomi saat ini program JKP tidak hanya memberi kepastian, juga jaring bagi pekerja terdampak PHK,” kata Nunung.
Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkapkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) telah mencapai 26.455 kasus per Selasa, 20 Mei 2025.
“(Kasus PHK) 26.455 per 20 Mei tadi pagi, Jawa Tengah masih yang tertinggi, nomor dua Jakarta, nomor tiga Riau. Untuk sektornya ada di pengolahan, perdagangan besar eceran, dan jasa,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri, saat ditemui di Kantor Kemnaker RI, Jakarta, dilansir dari antara Selasa (20/5/2025).
Adapun PHK di Jawa Tengah adalah sebanyak 10.695 kasus, diikuti dengan Jakarta di angka 6.279, lalu Riau dengan 3.570 kasus.
Menurut Indah, angka ini cenderung meningkat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, kehadiran Riau sebagai provinsi dengan kasus PHK terbanyak juga menjadi sorotan oleh Kemnaker.
“Kenapa Riau (ikut masuk tiga besar), yang pertama, beberapa industri perdagangan juga ada yang turun, mungkin, ya. Kita belum meneliti sedalam itu (terkait) kenapa (angka PHK di) Riau tinggi," ujar Indah.
Sementara itu, Indah juga memastikan data PHK yang dihimpun oleh Kemnaker merupakan laporan valid dari Dinas Ketenagakerjaan di masing-masing wilayah.
“Tidak ada data yang kami rekayasa, karena kita kan punya sistem pelaporan dari dinas yang langsung ke pusat,” kata dia.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebelumnya mengungkapkan jumlah PHK dari rentang waktu 1 Januari-10 Maret 2025 telah mencapai 73.992 kasus.
Adapun angka tersebut berdasarkan data jumlah peserta yang tidak lagi menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan dalam periode tersebut. (*)
Editor : Lutfiyu Handi