24 May 2025

Get In Touch

Babak Baru PPDB, Antara Perbaikan Sistem dan Hak Anak Indonesia

Pimred Lentera.co, Sukarjito
Pimred Lentera.co, Sukarjito

KOLOM (Lentera) - Tahun 2025 menjadi babak baru dalam sejarah pendidikan di Indonesia. Bukan sekadar rutinitas tahunan, tapi tahun menjadi panggung pergeseran arah kebijakan pendidikan dasar dan menengah secara drastis. Setiap tahun ajaran baru tiba, jutaan orang tua dan anak di seluruh Indonesia bersiap mengikuti momen yang selalu menegangkan yang namanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). 

Di sini lah nasib pendidikan anak-anak dipertaruhkan, bukan sekadar pada angka nilai, tetapi juga pada sistem dan kebijakan yang mengaturnya. Dan pada tahun 2025 ini, PPDB datang dengan wajah sangat berbeda, karena tangan dingin (atau justru terlalu dingin) dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru, Abdul Mu'ti.

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, PPDB 2025 bukan hanya soal perubahan teknis, tetapi perubahan ideologis. Abdul Mu'ti tidak hanya menyesuaikan sistem, ia membongkar total kebijakan warisan pendahulunya. Zonasi, afirmasi besar-besaran, jalur khusus lainnya yang dulu dirayakan sebagai kemajuan inklusi sosial semuanya dipangkas, dikecilkan, atau bahkan dihapus. 

Alasannya? Kita ingin sistem yang adil berdasarkan kompetensi, bukan sekadar lokasi atau jalur khusus. Kalimat itu tampaknya elegan. Namun seperti banyak kebijakan yang disampaikan secara manis di ruang konferensi pers, kenyataannya di lapangan jauh dari nyaman.

Mari kita mundur sejenak, ke tahun 2017, ketika Menteri Pendidikan saat itu, Muhadjir Effendy menggagas sistem zonasi sebagai bentuk keadilan spasial dalam pendidikan. 

Prinsipnya sederhana: siapa pun yang tinggal dekat dengan sekolah negeri, berhak mendaftar tanpa perlu berlomba nilai. Ini adalah bentuk “pemerataan akses”, yang mengakui bahwa mutu pendidikan tidak boleh hanya untuk yang pintar, tapi juga untuk semua yang dekat.

Sistem ini lalu diteruskan oleh Nadiem Makarim dengan penyesuaian, memperbesar jalur afirmasi, memberi ruang lebih luas untuk siswa dari keluarga kurang mampu, anak penyandang disabilitas, hingga anak dari tenaga kesehatan yang gugur saat pandemi. 

Zonasi bukanlah sistem sempurna, tetapi ia memberi rasa keadilan bagi banyak kalangan.

Masuklah Abdul Mu'ti di tahun 2024 akhir, dan kebijakan pun berganti total.

Salah satu perubahan signifikan dalam sistem PPDB 2025 adalah pengenalan empat jalur penerimaan siswa baru yang lebih komprehensif. Berbeda dengan sistem zonasi yang sebelumnya digunakan, sistem baru ini menawarkan pendekatan yang lebih beragam dan inklusif. Berikut adalah keempat jalur tersebut:

Jalur Domisili: Jalur ini memprioritaskan calon siswa berdasarkan tempat tinggal mereka. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa siswa dapat bersekolah di lingkungan terdekat dari rumah mereka.

Jalur Prestasi: Jalur ini mengutamakan prestasi akademik dan non-akademik calon siswa. Prestasi kepemimpinan, seperti pengurus OSIS atau organisasi lainnya, juga menjadi pertimbangan penting.

Jalur Afirmasi: Jalur ini dirancang untuk memberikan kesempatan lebih besar bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu dan penyandang disabilitas. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas.

Jalur Mutasi: Jalur ini diperuntukkan bagi anak-anak yang mengikuti orang tua yang dipindah tugas, serta bagi guru yang mengajar di sekolah tertentu. Jalur ini memastikan bahwa mobilitas pekerjaan orang tua tidak menghambat pendidikan anak.

Kementerian juga berupaya untuk mengurangi tafsir ganda dalam pelaksanaan aturan dengan menyediakan pedoman yang jelas terkait perhitungan persentase penerimaan.

“Dengan langkah ini, diharapkan penerimaan siswa dapat dilakukan dengan lebih adil dan terbuka,” tutur Abdul Mu’ti.

Dengan adanya sistem PPDB 2025 yang lebih transparan dan inklusif, diharapkan dapat tercipta lingkungan pendidikan yang lebih adil dan berkualitas bagi seluruh siswa di Indonesia. Konsultasi publik ini menjadi langkah awal yang penting dalam memastikan bahwa kebijakan pendidikan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Dengan adanya sistem PPDB 2025 yang lebih transparan dan inklusif, diharapkan dapat tercipta lingkungan pendidikan yang lebih adil dan berkualitas bagi seluruh siswa di Indonesia. Konsultasi publik ini menjadi langkah awal yang penting dalam memastikan bahwa kebijakan pendidikan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Perubahan PPDB memang menarik perhatian publik, tapi lebih dalam dari itu, ada masalah fundamental yang terus diabaikan: kualitas sekolah yang tidak merata.

Selama puluhan tahun, Indonesia belum bisa menyamakan kualitas guru, fasilitas, dan kurikulum di seluruh sekolah negeri. Sekolah-sekolah favorit tetap berada di kota besar, dengan dukungan APBD dan CSR yang kuat. Sementara sekolah di daerah pinggiran masih berkutat pada kekurangan ruang kelas, buku, hingga guru tetap.

Zonasi dulu hadir sebagai solusi untuk memaksa pemerintah membenahi kualitas sekolah secara menyeluruh. Tapi kini, dengan PPDB berbasis seleksi ketat, tekanan justru berbalik ke siswa dan orang tua. Bukan ke pemerintah.

Sejak pengumuman kebijakan baru, masyarakat bereaksi beragam. Di satu sisi, tidak sedikit yang mendukung karena merasa kebijakan ini lebih adil bagi siswa yang memiliki prestasi. Tidak lagi semata-mata ditentukan oleh alamat, tetapi oleh kemampuan.

Namun, di sisi lain, gelombang kegelisahan justru lebih dominan terdengar. Banyak orang tua mengaku kesulitan memahami teknis pendaftaran yang berubah secara drastis dalam waktu singkat. Proses sosialisasi dianggap terburu-buru. Bahkan, beberapa daerah belum siap menerapkan karena keterbatasan infrastruktur dan tenaga pelaksana.

PPDB 2025 menunjukkan langkah besar menuju sistem pendidikan yang lebih berorientasi mutu. Namun, keberhasilan sistem ini bukan hanya diukur dari siswa-siswa berprestasi yang berhasil masuk sekolah unggulan, tetapi dari kemampuan sistem ini merangkul seluruh anak Indonesia, tanpa kecuali.

Ke depan, dibutuhkan penguatan jalur afirmasi berbasis kondisi lokal, pengawasan ketat terhadap pelaksanaan seleksi agar bebas dari 'upaya lainnya', pelatihan guru dan tenaga administrasi sekolah dalam penggunaan teknologi dan penilaian berbasis portofolio, evaluasi tahunan berbasis data dan masukan masyarakat

Jika ini dilakukan, maka kebijakan Abdul Mu’ti bukan hanya akan dikenang sebagai perubahan besar, tetapi sebagai fondasi baru bagi pendidikan dasar dan menengah yang lebih adil, terbuka, dan kompetitif.

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang dampaknya tak hanya dirasakan hari ini, tetapi membentuk wajah bangsa di masa depan. PPDB 2025 adalah pintu masuk menuju arah baru: pendidikan yang lebih menghargai kerja keras dan kemampuan.

Namun jangan lupa, dalam setiap reformasi, ada manusia yang terlibat. Ada guru, ada siswa, dan ada orang tua. Maka semangat perubahan yang diusung oleh Abdul Mu’ti harus dibarengi dengan kebijakan pelindung bagi yang rentan, dukungan bagi yang tertinggal, dan apresiasi bagi semua yang berjuang.

Karena pendidikan bukan hanya milik mereka yang unggul, tetapi hak setiap anak Indonesia.

Penulis: Pemimpin Redaksi Lentera.co, Sukarjito/Editor: Ais


 

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.