
SURABAYA (Lentera)– Anggota DPRD Kota Surabaya, Sukadar, menyoroti adanya ketidaksesuaian antara laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) dan kondisi pelayanan di lapangan, terutama terkait pelaksanaan layanan BPJS dan penggunaan KTP bagi warga tidak mampu di rumah sakit yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Hal ini terungkap dalam pembahasan Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Politisi dari PDI Perjuangan ini menilai, BPJS merupakan isu penting yang menyangkut langsung kesejahteraan masyarakat Surabaya. Ia mengungkapkan, berdasarkan pengalaman pribadinya, terdapat dugaan penyimpangan pelayanan BPJS di sejumlah rumah sakit swasta mitra Pemkot.
"Di Surabaya ada 66 rumah sakit yang bekerja sama dengan Pemkot, 48 di antaranya aktif, namun hanya tiga milik Pemkot, yakni RSUD Dr. Soewandhie, RS BDH, dan RS Eka Candrarini.
Kalau masyarakat berobat ke rumah sakit milik Pemkot, tidak ada masalah. Tapi berbeda kalau ke rumah sakit swasta yang hanya bermitra," ucapnya saat dikonfirmasi, Sabtu (28/6/2025).
Sukadar menceritakan pengalamannya ketika sempat dirawat selama tiga hari dengan BPJS, lalu dipulangkan. Saat kondisinya kambuh dan kembali ke rumah sakit yang sama, ia ditolak untuk menggunakan BPJS kembali karena disebutkan aturan hanya membolehkan satu kali layanan dalam sebulan.
"Padahal, menurut Dinas Kesehatan, tidak ada pembatasan seperti itu. Selama pasien sakit dan belum sembuh, harusnya tetap dilayani. Ini sudah subsidi silang," tuturnya.
Ia menyayangkan adanya rumah sakit yang justru meminta pasien membayar tarif umum jika kembali berobat dalam waktu dekat.
“Mereka bilang kalau tidak mau bayar tarif umum, ya tidak dilayani. Bayangkan kalau itu bukan saya yang anggota DPRD, mungkin masyarakat awam sudah takut dan pasrah," tambahnya.
Lebih lanjut, Sukadar juga menyoroti implementasi kebijakan pelayanan berbasis KTP bagi warga miskin yang tidak memiliki BPJS. Ia menyebutkan, Wali Kota Surabaya sebelumnya telah menyatakan bahwa warga yang tidak memiliki BPJS, terutama dari keluarga tidak mampu, tetap bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis hanya dengan menunjukkan KTP.
"Sayangnya, di rumah sakit mitra Pemkot yang bukan milik pemerintah, kenyataannya masih ada yang menolak. Padahal, rumah sakit bisa mendaftarkan pasien lewat aplikasi untuk diikutkan ke dalam BPJS, dan semua biaya ditanggung APBD," tuturnya.
Menurut Sukadar, perbedaan mencolok antara laporan Dinkes dengan realitas di lapangan menunjukkan kurangnya kontrol dan pengawasan dari instansi terkait.
"Kami minta Dinas Kesehatan lebih tegas dalam menindak rumah sakit mitra yang melanggar ketentuan. Kalau perlu, beri sanksi atau cabut kerja samanya. Ini soal hak masyarakat," tegasnya.
Sukadar berharap DPRD Kota Surabaya terus memperkuat fungsi pengawasan terhadap implementasi kebijakan layanan kesehatan agar benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat, bukan hanya menjadi laporan indah di atas kertas.
Reporter: Amanah/Editor:Widyawati