
MALANG (Lentera) - Dua dokter dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Dr. dr. Mohammad Kuntadi Syamsul Hidayat, M.Kes., MMR., Sp.OT dan Dr. dr. Ristiawan Muji Laksono, Sp.An-TI, Subsp.M.N.(K), FIPP, berangkat ke Gaza, Palestina. Didukung semua pihak termasuk keluarga, mereka meyakini sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain.
Ini menjadi bagian dari misi kemanusiaan kerja sama antara Fakultas Kedokteran (FK) UB dengan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), dan lembaga internasional Rahmah Worldwide.
"Ya, yang utama kami sangat meyakini bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain. Dan yang sangat membutuhkan saat ini adalah saudara-saudara kita di Palestina," ujar Dr. Kuntadi, ditemui usai prosesi simbolis pemberangkatan, Jumat (4/7/2025).
Ia tak memungkiri, kondisi di Gaza sangat berbahaya. Namun tekadnya bulat. "Ini momen yang tepat bagi kami untuk membantu saudara kita di sana yang sangat membutuhkan. Kami berusaha menjadi orang yang terbaik untuk sesama," ungkapnya.
Berangkat pada 7 Juli 2025 menuju Jakarta dan dijadwalkan tiba di Jordan keesokan harinya, tim yang tergabung dalam Emergency Medical Technician (EMT) III, ini akan menunggu izin masuk dari pihak Israel. Keduanya dijadwalkan berada di Gaza selama 2 pekan lamanya.
Menurutnya, rumah sakit tempat mereka bertugas, RS An-Nasr pun ditentukan langsung oleh otoritas Israel, dan perjalanan mereka akan dikawal oleh tentara Israel Defense Forces (IDF).
Dalam kesempatannya ini, Kuntadi menyebut keluarga yang ditinggalkan pun memberikan restu penuh. Istri dan anak-anaknya dikatakan sangat mendukung. "Kami yakini bahwa ini adalah bentuk kemanusiaan yang harus dijalani manusia," katanya.
Ia menambahkan, dirinya hanya membawa niat ikhlas dan permohonan doa agar tetap teguh di jalur yang lurus. Menurutnya, hal ini merupakan perjalanan spiritual dan profesional yang menantang, namun penuh makna. Mereka membawa harapan, meski tahu bahwa maut bisa saja menjemput.
"Kematian, itu sudah jelas. Sudah ditentukan sebelum kita lahir, ya. Jadi tidak perlu takut kita untuk mati. Mati sudah jelas kapan, di mana, dengan cara apa. Jadi seandainya memang takdirnya di sana meninggal, ya sudah. Kalau takdirnya bisa balik selamat, ya semoga bisa balik dengan selamat," katanya.
Sebagai dokter ortopedi, Kuntadi akan menangani kasus-kasus luka berat akibat peluru dan bom. Luka-luka yang tampak kecil di luar, namun menghancurkan jaringan dan tulang di dalam.
"Makanya nanti kami juga membawa bone graft atau bahan cangkok tulang, karena banyak pasien yang tulangnya hilang akibat ledakan," pungkasnya.
Sementara itu, Dr. dr. Ristiawan Muji Laksono, dokter anestesi yang juga tergabung dalam misi ini, mengatakan keahliannya akan digunakan untuk manajemen nyeri dan efisiensi obat anestesi. "Saya akan membantu melakukan blok saraf untuk operasi agar penggunaan obat bisa diminimalkan," jelasnya.
Demi misi tersebut, ia membawa alat medis berupa jarum dan perangkat USG hasil donasi dari sivitas akademi dan alumni UB.
Ristiawan menyebut, keduanya bersama dokter lain di seluruh dunia, juga akan bertugas di ruang IGD dan ICU, menghadapi langsung para korban luka berat. "Kami berangkat murni demi kemanusiaan dan tindakan medis. Semoga kehadiran kami meringankan beban saudara-saudara kita di sana," katanya.
Terpisah, Rektor UB, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc, turut melepas keberangkatan keduanya. Ia menyebut, keputusan kedua dosen ini merupakan wujud nyata keberanian dan pengabdian ilmu demi kemanusiaan.
"Keberanian sejati adalah hadir saat kondisi dunia paling membutuhkan. Gaza hari ini bukan sekadar konflik bersenjata, tapi luka nurani dunia. Kita tak bisa diam,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Ia berharap kedua dokter UB ini bisa menjalankan misi dengan penuh keikhlasan dan kembali dengan selamat. "Tegakkan kemanusiaan dengan ilmu, dan pulanglah dengan selamat,l pesannya.
Reporter: Santi Wahyu/Editor:Widyawati