16 July 2025

Get In Touch

Fenomena Bediding Bikin Suhu Pagi dan Malam Dingin tapi Siang Terik, Ini Kata BMKG

Fenomena embun es dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (10/7/2025). Suhu Dingin di Dieng Tembus 0 Derajat Celsius (Dok @Instagram Cuaca Dieng)
Fenomena embun es dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Kamis (10/7/2025). Suhu Dingin di Dieng Tembus 0 Derajat Celsius (Dok @Instagram Cuaca Dieng)

SURABAYA (Lentera) -Sebagian wilayah Indonesia sedang mengalami fenomena bediding atau suhu dingin saat musim kemarau pada awal Juli 2025.

Direktur Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani menjelaskan, suhu dingin yang terjadi dalam beberapa hari terakhir merupakan kejadian alamiah yang lazim terjadi di wilayah pegunungan dan dataran tinggi di Indonesia.

Wilayah yang biasanya dilanda suhu dingin adalah Jawa seperti Dieng di Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Namun, suhu dingin biasanya terjadi saat pagi dan malam, sementara cuaca ketika siang hari terasa panas atau terik.

Kondisi tersebut sempat dikeluhkan beberapa warga. Salah satunya Stefhanie Kania (25), karyawan swasta di Solo, Jawa Tengah. Ia mengatakan, cuaca terasa terik saat siang hari pada Rabu (9/7/2025). 

"Aku yang ngerasa banget cuaca jadi lebih dingin itu sejak kemaren sih, biasanya di malam hari sampe fajar," kata Kania.

Penyebab suuhu saat pagi dan malam dingin, tapi siang hari terik

Pertama-tama, Andri menjelaskan apa penyebab fenomena bediding yang terjadi pada awal Juli 2025.

Fenomena ini erat kaitannya dengan kondisi atmosfer yang khas saat musim kemarau ketika curah hujan berkurang drastis dan langit cenderung cerah tanpa banyak tutupan awan.

Kondisi langit yang bersih menyebabkan panas dari permukaan Bumi mudah lepas ke atmosfer melalui proses radiasi sehingga suhu udara di dekat permukaan turun drastis menjelang pagi hari.

“Selain itu, rendahnya kelembapan udara turut memperkuat pendinginan karena uap air yang biasanya berperan menahan panas di atmosfer sangat sedikit saat kemarau,” kata Andri mengutip Kompas, Sabtu (13/7/2025).

“Akibatnya, tidak ada ‘selimut alami’ yang menahan panas membuat udara terasa jauh lebih dingin,” tambahnya.

Andri menambahkan, suhu dingin yang melanda Indonesia turut dipengaruhi oleh Monsun Angin Timuran yang bertiup dari Benua Australia yang sedang mengalami musim dingin sehingga membawa massa udara kering dan dingin ke wilayah Indonesia bagian selatan.

Aliran udara tersebut turut memperkuat efek pendinginan, terutama pada dini hari hingga pagi hari.

Meski begitu, suhu ketika siang hari justru terasa lebih terik karena langit yang cerah memungkinkan radiasi Matahari langsung mencapai permukaan Bumi sehingga menghasilkan pemanasan yang cepat.

“Kontras suhu yang cukup tajam antara pagi yang dingin dan siang yang panas ini menjadi ciri khas musim kemarau di Indonesia” kata Andri.

“Perlu ditegaskan bahwa fenomena suhu dingin ini tidak disebabkan oleh aphelion, yakni posisi Bumi terjauh dari Matahari dalam orbit tahunannya, karena pengaruhnya terhadap suhu permukaan bumi sangat kecil dan tidak cukup signifikan untuk memicu pendinginan ekstrem seperti yang terjadi saat ini,” tambahnya.

Fenomena bediding sampai kapan?

Andri menjelaskan, suhu dingin terutama pada malam dan dini hari akan terus berlangsung hingga puncak musim kemarau berakhir, yaitu sekitar Agustus hingga awal September.

Suhu udara kemudian mulai menghangat seiring masuknya periode transisi menuju musim hujan. BMKG juga mencatat bahwa musim kemarau 2025 membuat banyak wilayah mengalami hujan di atas normal.

“Kondisi tersebut diperkirakan akan berlangsung hingga Oktober 2025,” ujar Andri.

“Oleh karena itu, meskipun udara dingin pagi hari menjadi perhatian, potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor tetap perlu diwaspadai, terutama di wilayah yang masih sering diguyur hujan,” pungkasnya (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.