18 July 2025

Get In Touch

LPA Jatim: MPLS Surabaya Jadi Cermin Pendidikan Inklusif dan Humanis

Kegiatan MPLS di SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya. (Amanah/Lentera)
Kegiatan MPLS di SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya. (Amanah/Lentera)

SURABAYA (Lentera)— Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur (Jatim) mengapresiasi pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2025/2026 di Kota Surabaya. Kota Pahlawan dinilai menghadirkan wajah pendidikan yang inklusif dan humanis.

Pengurus LPA Jatim, Isa Anshori, menyebut pelaksanaan MPLS tahun ini terasa berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, hari pertama MPLS bukan sekadar tanda dimulainya proses belajar mengajar, melainkan momentum penuh harapan bagi anak, orang tua, dan tenaga pendidik.

“Inklusif karena melibatkan semua pihak, mulai guru, siswa, orang tua, hingga pemerintah. Humanis karena pendekatannya menyentuh hati, bukan sekadar prosedur administratif," sebut Isa, Rabu (16/7/2025).

Isa mengungkapkan, kondisi saat dirinya meninjau langsung sejumlah sekolah negeri dan swasta di Surabaya. Di Yayasan Baiturrahman, ia menyaksikan harmoni antar jenjang pendidikan melalui kegiatan salat berjamaah dan pengarahan bermuatan spiritualitas, disiplin, dan tanggung jawab. 

Menurutnya, pendekatan semacam ini menunjukkan bahwa MPLS bukan sekadar pengenalan fisik sekolah, melainkan pintu awal pembentukan karakter siswa.

Sementara di sekolah negeri seperti SDN Kaliasin I, SDN Tanah Kali Kedinding, dan SDN Sidotopo, Isa melihat nyata semangat gotong royong antara guru dan orang tua. 

Ia menilai suasana kolaboratif ini terbentuk berkat kebijakan Pemerintah Kota Surabaya, seperti imbauan agar orang tua mengantarkan anak di hari pertama sekolah dan pelonggaran jam kerja bagi pekerja.

“Kebijakan yang berpihak pada anak ternyata mampu menggerakkan masyarakat. Tidak ada kesan keterpaksaan, justru tampak partisipasi tulus dan semangat kolaborasi,” tuturnya.

Tak hanya itu, ia juga menyebut MPLS Surabaya mencerminkan semangat growth mindset atau pola pikir bertumbuh. Anak-anak tidak dipandang sebagai penerima ilmu pasif, tetapi sebagai individu yang mampu berkembang melalui proses belajar, kesalahan, dan tantangan.

“Sekolah harus menjadi tempat aman bagi anak-anak untuk gagal, takut, belajar, dan tumbuh sebagai manusia. Dengan pendekatan ini, guru dan orang tua pun bisa melihat pendidikan sebagai proses panjang yang butuh dukungan, bukan tekanan,” ungkapnya.

Ia berharap, pendekatan dalam MPLS Surabaya dapat menjadi contoh nasional dalam membangun generasi yang cerdas, tangguh, dan percaya diri.

“Pendidikan sejati bukan tentang siapa tercepat sampai garis akhir, tapi siapa yang terus bertumbuh. Masa depan anak-anak kita dibentuk bukan hanya oleh kurikulum dan buku teks, tetapi juga oleh pelukan orang tua di pagi hari, doa tulus dari guru, dan lingkungan sekolah yang memanusiakan anak,” pungkasnya.

Reporter: Amanah/Editor:Widyawati

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.