23 July 2025

Get In Touch

Komisi A DPRD Surabaya Soroti Fenomena Satu Alamat Banyak Rumah dan Kepala Keluarga

Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko. (Amanah/Lentera)
Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko. (Amanah/Lentera)

SURABAYA (Lentera) – Fenomena satu alamat banyak rumah dan digunakan puluhan kepala keluarga (KK), masih banyak ditemukan di sejumlah kawasan padat penduduk di Surabaya.

Kondisi ini juga memicu kekhawatiran, soal validitas data kependudukan hingga potensi penyalahgunaan bantuan sosial.

Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko menyoroti maraknya praktik penggunaan satu alamat rumah oleh lebih dari tiga kepala keluarga (KK), bahkan di deret bangunan berbeda. 

Menurutnya, hal ini tidak hanya melanggar aturan administrasi, tetapi juga berbahaya bagi keadilan distribusi layanan publik.

“Kondisi ini menimbulkan kerancuan dalam administrasi kependudukan, pelayanan publik, hingga penyaluran bantuan sosial. Padahal secara aturan, satu alamat maksimal hanya boleh ditempati oleh tiga KK,” tegas politisi yang akrab disapa Cak Yebe, Selasa (22/7/2025).

Ia menilai lemahnya pengawasan oleh instansi terkait menjadi celah praktik manipulasi yang mencederai prinsip keadilan dalam pelayanan publik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan kondisi ini dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, termasuk dalam pendataan penerima bantuan.

“Kalau satu alamat dipakai oleh banyak rumah dan puluhan KK, maka pendataan bantuan sosial bisa bias. Ini rawan disalahgunakan,” ujarnya.

Politisi Gerindra ini memperingatkan dampak sistemik yang bisa ditimbulkan. Misalnya saja ketidaktepatan perencanaan wilayah, terganggunya distribusi air dan listrik, serta kekacauan saat penanganan kondisi darurat. Ia menyebut ketidakteraturan ini merupakan konsekuensi dari pembiaran yang terjadi selama bertahun-tahun.

“Masalah ini seharusnya sudah tuntas sejak lama, tapi faktanya masih banyak ditemukan di wilayah padat penduduk. Ini menunjukkan lemahnya pendataan dan koordinasi antarinstansi, termasuk RT dan kelurahan,” tuturnya.

Sebagai solusi, Cak YeBe mendesak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) untuk segera melakukan audit ulang data kependudukan, khususnya di kawasan padat seperti Tambaksari, Simokerto, Tegalsari, dan Sawahan. Validasi data secara berkala, menurutnya, sangat penting dilakukan.

“Audit ulang itu penting, harus turun ke lapangan, verifikasi fisik, dan bersinergi dengan camat serta lurah. Jangan hanya andalkan sistem tanpa kontrol,” tambah Cak Yebe.

Selain audit data, ia juga mendorong Pemkot Surabaya untuk membenahi sistem penomoran rumah dan alamat agar tidak terjadi tumpang tindih yang merugikan warga.

“Solusi jangka panjangnya, adalah penataan ulang alamat dan pembenahan tata ruang. Kalau tidak ditata, ini bisa jadi bom waktu dalam konflik sosial maupun penyalahgunaan program pemerintah,” pungkasnya.

Reporter: Amanah/Editor: Ais

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.