
JAKARTA (Lentera) -Kematian ADP (39), diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), masih menyisakan pertanyaan di tengah masyarakat.
ADP ditemukan tak bernyawa di kamar kosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025), dengan kepala terlilit lakban.
Namun, setelah proses penyelidikan intensif, Polda Metro Jaya menyimpulkan bahwa ADP meninggal dunia tanpa keterlibatan pihak lain.
Keputusan ini menjadi sorotan karena bertolak belakang dengan keyakinan keluarga yang menyatakan bahwa ADP tidak mungkin mengakhiri hidupnya sendiri.
Lantas, apa dasar polisi menyimpulkan bahwa kematian ADP adalah dugaan bunuh diri dan bukan pembunuhan?
Berikut penjelasan lengkap berdasarkan hasil forensik, digital, psikologis, dan tanggapan keluarga.
1. Hasil Forensik: Gangguan Oksigen, Bukan Luka Mematikan
Dokter forensik dr. G. Yoga Tohijiwa, Sp.F.M. dari RSCM menyatakan bahwa penyebab kematian ADP adalah mati lemas (asfiksia) akibat gangguan pertukaran oksigen di saluran napas atas. Hal ini diperkuat dengan temuan:
- Luka lecet pada wajah dan leher
- Busa dan lendir di batang tenggorok
- Paru-paru sembap
- Tidak ada penyakit mematikan atau luka berat yang menyebabkan kematian
- Tidak ditemukan zat beracun seperti sianida, alkohol, atau narkoba
Polisi juga menegaskan bahwa tidak ditemukan tanda kekerasan dari orang lain maupun bukti serangan fisik yang mengarah pada tindakan kriminal.
2. Sidik Jari ADP Ditemukan pada Lakban
Salah satu bukti penting yang mendasari simpulan polisi adalah ditemukannya sidik jari ADP sendiri di lakban yang melilit kepalanya.
Meski belum bisa memastikan apakah lakban itu dipasang sendiri oleh korban, fakta ini memperkuat dugaan tidak ada intervensi fisik dari pihak lain.
Barang bukti lainnya seperti obat flu, dompet, sarung, dan dua unit ponsel juga tidak menunjukkan unsur kekerasan atau keterlibatan pihak ketiga.
3. Riwayat Akses Konseling Psikologis
Dari hasil forensik digital terhadap Samsung Note 9 milik ADP, ditemukan riwayat komunikasi dengan layanan konseling daring pada dua periode:
- Tahun 2013: 11 kali komunikasi dengan badan amal pencegahan bunuh diri
- Tahun 2021: 9 kali komunikasi dengan konten serupa
Menurut polisi, isi email menggambarkan niat kuat untuk mengakhiri hidup karena tekanan pribadi yang dihadapi korban.
4. Profil Psikologis: Kepribadian Pendam Emosi dan Rentan Burnout
Ketua Apsifor Nathanael Sumampouw menyampaikan hasil otopsi psikologis menunjukkan bahwa meski ADP dikenal sebagai pribadi positif, suportif, dan bertanggung jawab, ia memiliki kecenderungan untuk:
- Menyimpan tekanan emosional
- Sulit mengekspresikan perasaan negatif
- Mengalami burnout dan kelelahan empatik (compassion fatigue) akibat pekerjaannya melindungi WNI di luar negeri
“Paparan penderitaan terus-menerus membuat almarhum mengalami tekanan yang tidak diekspresikan secara terbuka, yang akhirnya memengaruhi proses pengambilan keputusan pada akhir hidupnya,” ujar Nathanael, mengutip Kompas.
5. Keluarga Tidak Percaya ADP Bunuh Diri
Meski kepolisian menyatakan tidak ada keterlibatan pihak lain, keluarga ADP menyatakan keyakinan bahwa almarhum tidak mungkin mengakhiri hidupnya sendiri.
Dalam pernyataan resmi di Yogyakarta, kakak ipar ADP, Meta Bagus, menegaskan adiknya tidak menunjukkan tanda-tanda depresi berat hingga ingin mengakhiri hidup.
“Selama bertahun-tahun kami mengenal Daru sebagai sosok ceria, suka menolong, dan tidak menunjukkan tanda-tanda depresi berat,” kata Meta Bagus.
Keluarga menilai bahwa akses ADP ke layanan konseling pada 2021 adalah hal pribadi yang tidak bisa dijadikan kesimpulan mutlak.
Keluarga ADP menyatakan tengah mempertimbangkan langkah hukum, termasuk kemungkinan menggandeng kuasa hukum untuk mengawal penyelidikan lebih lanjut.
Mereka menegaskan agar polisi tidak menghentikan proses penyidikan.
“Kami percaya penyelidikan belum tuntas. Kami juga yakin, pada waktunya nanti, kebenaran akan terungkap secara terang,” ungkap Meta Bagus.
6. Polisi Belum Menutup Kasus
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa kasus belum ditutup meskipun simpulan awal menyebut tidak ada unsur pidana.
Penyelidikan masih berjalan dan pihak kepolisian membuka ruang untuk informasi atau bukti baru.
Di tengah proses yang emosional, keluarga juga mengajak media dan publik untuk mengawal jalannya penyelidikan secara empatik dan objektif.
“Kami sangat menghargai dukungan dari masyarakat. Doa dan empati kalian memberi kekuatan bagi kami untuk mencari keadilan,” ujar Meta (*)
Editor: Arifin BH