
JAKARTA (Lentera) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pekan ini menyita uang tunai sekitar Rp39,5 miliar terkait kasus dugaan korupsi dalam bentuk pengadaan fiktif di PT Pembangunan Perumahan atau PP (Persero).
“Penyitaan tersebut dilakukan untuk perkara tindak pidana korupsi terkait proyek-proyek di Divisi Engineering, Procurement, and Construction PT PP tahun 2022-2023,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip, Rabu (30/7/2025).
Lebih lanjut Budi merincikan Rp39,5 miliar itu terdiri atas uang tunai dalam bentuk dolar Singapura sebesar 2.991.470, dan rupiah sebanyak Rp1,5 miliar.
Untuk penyidikan kasus tersebut, KPK pada pekan ini, Senin (28/7), memanggil sejumlah saksi yang di antaranya adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek pengerjaan konstruksi terintegrasi rancang dan bangun pipa transmisi gas bumi Cirebon–Semarang (Cisem) bernama Irine Yulianingsih dan Zainal Abidin.
Kemudian Staf Keuangan Proyek Cisem Ifan Kustiawan, Staf Accounting Proyek Cisem Dwi Oki Sumanto, dan Head of Human Capital and General Affair Divisi EPC PT PP Rizky Meidiansyah.
KPK pada Selasa (29/7/3025), memanggil Manajer Proyek Mines of Bahodopi Block 2 & 3 (proyek Vale) Arief Ardiansyah, dan Manajer Proyek Pembangunan Smelter Feronikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara (proyek Kolaka) Emanuel Irwan sebagai saksi.
Selain itu, KPK memanggil tiga saksi lain yang di antaranya adalah Staf Keuangan atau Account Payable SKBDN Divisi EPC PT PP Mardiana, Staf Accounting atau Verifikatur Divisi EPC PT PP Guritno Aditomo, dan Manager Finance and General Affair Divisi EPC PT PP Rio Putri Paramita.
KPK pada Rabu ini, memanggil Direktur Keuangan PT PP Agus Purbianto dan SVP Head of EPC Division PT PP Didik Mardiyanto.
Sebelumnya, KPK memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam bentuk pengadaan fiktif di Divisi EPC PT PP tersebut pada 9 Desember 2024.
Pada 11 Desember 2024, KPK telah mencegah dua orang berinisial DM dan HNN untuk bepergian ke luar negeri.
KPK pada 20 Desember 2024, mengumumkan telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus yang berdasarkan penghitungan sementara disebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp80 miliar.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber