22 August 2025

Get In Touch

Lonjakan Defisit dan Ketergantungan pada SiLPA dalam P-APBD Jatim 2025 Disoal Fraksi Gerindra DPRD Jatim

Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Dr. Soemarjono, M.Pd.
Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Dr. Soemarjono, M.Pd.

SURABAYA (Lentera) – Fraksi Gerindra menekankan adanya persoalan mendasar dalam struktur perubahan anggaran, terutama menyangkut membengkaknya defisit serta ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).

Hal ini disampaikan dalam pandangan umum atas Nota Keuangan Gubernur terkait Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur, tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.

Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Dr. Soemarjono, M.Pd menjelaskan bahwa berdasarkan nota keuangan yang disampaikan Gubernur, defisit anggaran Jawa Timur tahun 2025 melonjak signifikan.

“Defisit dalam Nota Keuangan Perubahan APBD 2025 Jawa Timur meningkat tajam dari Rp1,775 triliun menjadi Rp4,397 triliun. Secara teoritis, defisit anggaran memang dapat menjadi instrumen kebijakan fiskal ekspansif (counter-cyclical policy) untuk memperkuat perekonomian daerah. Namun, kenaikan defisit lebih dari dua kali lipat ini perlu dicermati dengan serius,” ungkapnya, Selasa (19/8/2025).

Menurut Soemarjono, persoalan mendasar terletak pada tidak seimbangnya pertumbuhan antara belanja dan pendapatan. Dari data yang ada, pertumbuhan belanja daerah tercatat mencapai Rp2,71 triliun, namun hanya diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan sebesar Rp91,18 miliar.

“Hal ini jelas menunjukkan adanya mismatch fiskal antara penerimaan dan pengeluaran. Pertumbuhan belanja yang terlalu agresif tidak ditopang oleh peningkatan pendapatan yang memadai,” tegasnya.

Lebih lanjut, Fraksi Gerindra juga menyoroti sumber pembiayaan defisit yang hampir sepenuhnya ditutup menggunakan SiLPA Tahun Anggaran 2024.

Dari catatan yang ada, SiLPA tahun 2024 naik drastis dari Rp1,784 triliun menjadi Rp4,706 triliun. Kondisi ini, menurut Soemarjono, memang secara regulasi diperbolehkan sebagaimana diatur dalam PP No. 12 Tahun 2019. Namun, secara akademis, besarnya SiLPA justru menunjukkan lemahnya perencanaan dan serapan anggaran pada tahun sebelumnya.

“Ketergantungan yang terlalu tinggi pada SiLPA menimbulkan risiko bahwa APBD hanya berfungsi sebagai ‘anggaran bergulir’, bukan sebagai development budget yang mampu menciptakan multiplier effect bagi pembangunan daerah,” jelasnya.

Fraksi Gerindra dalam pandangannya menyimpulkan bahwa fenomena lonjakan defisit dan penggunaan SiLPA yang masif merupakan dua persoalan besar yang perlu dikawal secara ketat oleh DPRD Jawa Timur.

“Secara akademis, defisit Jawa Timur Tahun Anggaran 2025 mencerminkan ‘belanja ekspansif yang tidak seimbang dengan pendapatan’, sementara SiLPA yang besar mencerminkan ‘in-efisiensi perencanaan dan eksekusi anggaran’. Kedua fenomena ini harus dikawal DPRD agar tidak menimbulkan risiko fiskal jangka panjang,” ujarnya.

Pihaknya berharap, pemerintah provinsi dapat lebih cermat dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah. Menurut Fraksi Gerindra, perencanaan yang akurat serta serapan anggaran yang optimal akan mengurangi ketergantungan terhadap SiLPA, sekaligus menjaga keberlanjutan fiskal Jawa Timur dalam jangka panjang.

“APBD harus ditempatkan sebagai development budget, bukan sekadar dokumen formal yang mengakomodasi belanja rutin. Dengan demikian, setiap rupiah yang dikeluarkan dapat benar-benar memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkas Soemarjono.

 

Reporter: Pradhita/Editor: Ais

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.