29 August 2025

Get In Touch

Implementasi Core Tax Aaministration System (CTAS) untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Implementasi Core Tax Aaministration System (CTAS) untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak

Oleh: Firmansyah Ismail, SE

Pajak merupakan instrumen vital bagi keberlangsungan negara, menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Kewajiban ini bersifat memaksa, tanpa imbalan langsung, dan digunakan untuk kepentingan publik. Dalam upaya memperkuat penerimaan, pemerintah terus melakukan reformasi perpajakan, salah satunya melalui modernisasi administrasi berbasis digital. Pada Januari 2025, diluncurkan Core Tax Administration System (CTAS) untuk menggantikan DJP Online. Sistem ini merupakan langkah strategis yang diharapkan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak melalui integrasi data, termasuk penyatuan NIK dan NPWP. Namun, penerapan CTAS tidak lepas dari tantangan serius. Dari sisi teknis, keterbatasan infrastruktur dan manajemen akun wajib pajak berpotensi menghambat kinerja, apalagi beban data diperkirakan mencapai jutaan entri per hari. Dari sisi pengguna, rendahnya pemahaman istilah perpajakan dan adaptasi teknologi menimbulkan kebingungan, terutama bagi masyarakat awam. Reformasi ini tidak sekadar soal mengganti sistem lama, tetapi juga menguji kesiapan pemangku kepentingan untuk mengadopsi perubahan. Jika tantangan ini tidak diatasi, risiko penurunan kepatuhan akan membayangi, dan potensi penerimaan negara dari pajak tidak akan optimal..

CTAS merupakan bagian penting dari reformasi perpajakan modern yang bertujuan meningkatkan efektivitas administrasi dan kualitas pelayanan. Sistem ini mengintegrasikan seluruh proses perpajakan ke dalam satu platform digital terpusat, termasuk penyesuaian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Pendekatan ini selaras dengan praktik di negara maju yang menerapkan Single Identity Number (SIN) untuk mendorong efisiensi, akurasi data, dan kepatuhan pajak. Di Indonesia, CTAS bukan hanya sekadar pengganti DJP Online, tetapi sebuah lompatan strategis menuju digitalisasi penuh sistem perpajakan. Fitur utamanya mencakup Bayar dan Lapor Otomatis yang menggabungkan pelaporan dan pembayaran dalam satu alur, kemudahan akses informasi melalui penyampaian surat menyurat digital, serta transparansi proses administrasi yang memungkinkan wajib pajak memantau status pelaporan, restitusi, dan keberatan secara real-time. Integrasi e-Faktur, e-Bupot, pelaporan, hingga penegakan hukum ke dalam satu portal meminimalkan proses manual yang selama ini memakan waktu. Meski lebih kompleks, CTAS menghadirkan fungsionalitas yang jauh melampaui sistem sebelumnya. Dengan penerapan yang tepat, CTAS dapat menjadi tulang punggung peningkatan penerimaan negara, memperkuat kepatuhan wajib pajak, dan membangun kredibilitas otoritas pajak melalui transparansi dan akuntabilitas yang terukur.

Implementasi CTAS membawa harapan besar bagi modernisasi administrasi perpajakan, namun proses transisinya menghadapi sejumlah hambatan strategis. Dari sisi pengalaman pengguna, antarmuka awal dinilai kurang intuitif sehingga banyak wajib pajak kesulitan memahami alur dan fitur saat pertama kali mengakses. Masalah teknis juga mencolok, seperti seringnya logout otomatis, gangguan sistem pada jam sibuk, dan ketergantungan pada kualitas jaringan. Meski akses lintas perangkat tersedia, ketiadaan fitur autosave membuat pekerjaan hilang saat terjadi kegagalan penyimpanan, yang ditandai notifikasi “null”. Struktur akun ganda (perusahaan dan PIC) memberikan fleksibilitas, tetapi juga membingungkan dalam eksekusi fungsi pajak. Integrasi dengan sistem lama belum optimal; transisi menimbulkan kebingungan, apalagi fitur penting seperti PBK dihapus tanpa edukasi memadai. Lebih dari 33 pembaruan dilakukan dalam enam bulan terakhir, namun kendala teknis inti belum sepenuhnya teratasi. Kebiasaan lama menjadi faktor psikologis yang memperlambat adaptasi, karena sebagian pengguna merasa lebih nyaman dengan sistem sebelumnya. Meski demikian, tuntutan regulasi membuat niat penggunaan CTAS tetap tinggi. Ke depan, keberhasilan implementasi sangat bergantung pada peningkatan stabilitas, kemudahan penggunaan, dan edukasi yang memadai bagi seluruh pemangku kepentingan.

Optimalisasi CTAS membutuhkan strategi terpadu yang mencakup edukasi, pendampingan, dan penyempurnaan teknis. DJP perlu memprioritaskan penguatan fitur inti, seperti integrasi layanan “Bayar dan Lapor” serta konsolidasi aplikasi perpajakan, agar manfaatnya benar-benar dirasakan pengguna. Perbaikan kecepatan, kestabilan, dan konsistensi fungsi, khususnya pada e-Faktur dan e-Bupot, menjadi kunci keberhasilan implementasi. Panduan teknis yang sederhana, layanan bantuan yang mudah diakses, dan pengujian sistem sebelum rilis akan meningkatkan pengalaman pengguna. Selain itu, kampanye edukasi berbasis testimoni, studi kasus, dan segmentasi wajib pajak dapat membangun kepercayaan serta mengubah niat penggunaan dari sekadar kewajiban menjadi pilihan sadar yang bernilai. Untuk perusahaan kecil dan menengah, diperlukan pendekatan bertahap, pendampingan intensif, dan kebijakan transisi adaptif. Dengan kesiapan sistem yang matang dan dukungan internal yang kuat, CTAS dapat berkontribusi nyata dalam meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kepatuhan perpajakan di Indonesia.

CTAS seharusnya tidak hanya menjadi proyek digitalisasi pajak, tetapi lompatan besar menuju sistem perpajakan yang efisien dan terpercaya. DJP wajib memastikan penguatan fitur inti seperti “Bayar dan Lapor” serta konsolidasi aplikasi perpajakan agar manfaatnya terasa nyata di lapangan, bukan sekadar jargon teknologi. Kecepatan, kestabilan, dan konsistensi sistem terutama pada e-Faktur dan e-Bupot harus menjadi prioritas mutlak. Panduan teknis yang ringkas, bantuan daring yang responsif, dan pengujian versi sebelum peluncuran akan menghapus keluhan yang selama ini membayangi pengguna. Lebih dari itu, kampanye edukasi berbasis testimoni dan studi kasus sukses perlu dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan dan mengubah penggunaan CTAS dari sekadar kewajiban menjadi pilihan sadar yang menguntungkan. Bagi usaha kecil dan menengah, transisi harus dibantu dengan pelatihan intensif dan kebijakan adaptif. Hanya dengan kesiapan sistem dan dukungan menyeluruh, CTAS dapat benar-benar menjadi mesin pendorong kepatuhan pajak nasional.

Penerapan CTAS memiliki potensi besar meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perpajakan. Namun, temuan di lapangan menunjukkan efektivitasnya belum optimal. Sebagian perusahaan mengalami peningkatan kepatuhan, sementara lainnya justru menurun akibat kendala teknis, kompleksitas regulasi, dan hambatan administratif awal. Keberhasilan CTAS tidak hanya bergantung pada kualitas sistem, tetapi juga kesiapan teknis, pemahaman regulasi, dan adaptasi internal perusahaan. Karena itu, dukungan seluruh pihak menjadi kunci. Digitalisasi pajak harus dipandang sebagai peluang untuk efisiensi dan kepatuhan, bukan beban, demi mewujudkan sistem perpajakan yang lebih modern dan terpercaya.

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.