
Sigit K Yunianto, Ketua DPRD Kota Palangka Raya memilikijejak politik cemerlang. Bagi politisi kawakan di KalimantanTengah (Kalteng) ini, karir seseorang haruslah mengalir seperti air. Ketika adapeluang datang, dimana pun, kapan pun danseberapa jauh letak geografisnya harus dijalani dengan niat baik.
Slogan tersebut selalu melekat pada seorang Sigit K.Yunianto. Pria kelahiran Klaten,Jawa Tengah (Jateng), ini karirnyameningkat pesat ketika dirinya menginjakkan kaki di Pulau Borneo. Bahkan jauhsebelum menjadi wakil rakyat, dia mengaku pernah diberi wasiat mengenai duniaperpolitikan oleh sang ayah
Bagi dia, hidup dan kehidupan setiapindividu tidak bisa hanya berdasarkan wilayah dan tempat dia lahiratau tinggal. Awal mula ia merintis karir diKalimantan sebenarnya bukan menjadi seorang politisi. Namun Ketua DPRD Kota PalangkaRaya tiga periode ini saat itu masih menjadi pengusaha di bidang konstruksi.
"Di tengahperjalanan karir saya itu, ada teman yang mendapati foto saya bersama satgasPDI di Jawa. Tiba-tiba saya diajaklah bergabung di partai (PDIP),"ceritanya.
Sigit mengaku setelahdiajak bergabung ke dalam struktural partai, ia tidak langsung jadi sepertisekarang. Dia mengawali menjadi pengurus PAC Kecamatan Pahandut, kemudianmenjadi Ketua PAC Sabango dan sempat pula menduduki posisi KetuaPAC Sebangau selama dua periode.
Sigit akhirnya ditarik di DPC Kota Palangka Raya menjabatsebagai sekretaris partai tiga periode. Saat ini Sigit diamanahi sebagaisekretaris di DPD PDI-Perjungan Provinsi Kalteng.
"Karir di dewan sejak 2009. Saya mendapatkepercayaan menjadi Ketua DPRD sampai saat ini,"terang pria yang kini juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi DPRD Kota SeluruhIndonesia (Adeksi) tersebut.
Sisgit terjun ke ranah politik praktis melalui partai PDIP berkatbimbingan almarhum bapaknya. Karena saat itu, sang bapak ialahseorang anggota PNI Marhaenisme (Sukarnois).
Suatu ketika saat Sigit masih duduk di bangku SMA, iadiberi mandat oleh sang bapak. Bapaknya pernahberujar, "Saya ini (bapaknya) PNI Marhein kalau kamu ingin berpolitik,jangan kemana-mana ke merah saja. Waktu itu saya hanya diam,"kenang Sigit, ketika mendengarkan pesan dari mendiang bapaknya.
Sampai SMA ia tak pernah sedikit pun tertarik terjun ke di duniapolitik. Pada sat kuliah di Solo, pandangannya sedikit berubahterhadap eskalasi politik. Mantan Ketua KONI Kota Palangka Raya ini mengakusejak remaja ia sempat aktif di PAC PDI Kecamatan Delanggua, Klaten.
Keharmonisan dalam ‘Huma Betang’
Masyarakat Kota Palangka Raya memiliki toleransi yang tinggi terhadap keberagaman sehingga mendapat julukan Bumi Pancasila. Jadi tidak heran banyak ditemukan rumah ibadah yang lokasinya saling berdekatan, bahkan satu halaman. Orang Palangka Raya menyebutnya sebagai Falsafah Huma Betang.
Budaya kehidupan masyarakat setempat berbeda-bedadan masing-masing memiliki nilai tambah. Huma Betang berarti ‘rumahbesar’ dalam kehidupan masyarakat suku Dayak. Budayahuma betang diimplementasikan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, termasukkeluarga dekatnya.
Falsafah ini lahir untuk menyatukan konsep bebasterpimpin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernilai kearifan lokal. Bagai ‘rumahbesar’ yang dihuni banyak orang dengan beragam agama dankepercayaan tetapi tetap rukun nan damai.
"Masyarakat yang demokratis inilah yang harus ditiruoleh generasi penerus kita. Muncul pula rasa yang salingmenghormati sesama," katanya.
Filosofi itulah yang Sigit pegang. Yakni, wajib menjagatoleransi dan keberagaman baik ketika menjadi warga maupun pejabat yangada di Kalteng.
"Tantangan dan hambatan di semua lini itu wajar pasti ada. Tapi bagaimana kita mengantisipasinya dan yang penting kita memiliki niat baik," kata Sigit. Artikel ini bisa dibaca di E-Paper lenteratoday.com edisi hari ini, Rabu 26/8/2020 (sur-bersambung).