18 September 2025

Get In Touch

Dilaporkan Cemari Lingkungan, DPRD Surabaya: Pemkot Harus Tutup Peleburan Emas PT SJL Jika Terbukti

Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko saat sidak aktivitas peleburan emas PT Suka Jadi Logam (SJL).
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko saat sidak aktivitas peleburan emas PT Suka Jadi Logam (SJL).

SURABAYA (Lentera)– DPRD Kota Surabaya mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) bersikap tegas terhadap aktivitas peleburan emas PT Suka Jadi Logam (SJL) yang berlokasi di Kelurahan Kandangan, Surabaya. Jika terbukti mencemari udara dan mengganggu kesehatan warga, perusahaan tersebut diminta segera ditutup operasinya.

Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, mengungkapkan pencemaran yang merugikan masyarakat jelas melanggar hukum.

“Jika terbukti bahwa asap yang mengganggu kenyamanan warga berasal dari peleburan emas PT SJL, maka aktivitas ini harus dihentikan. PT SJL sudah melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” ucap politisi yang akrab disapa Cak Yebe saat sidak di lokasi, Senin (15/9/2025).

Menurutnya, Pemkot juga harus melibatkan tenaga medis dari Puskesmas setempat untuk memeriksa kesehatan warga terdampak. Hasil pemeriksaan tersebut, kata Cak Yebe, bisa menjadi alat bukti kuat untuk menindaklanjuti kasus ini.

“Kalau terbukti ada warga yang mengalami batuk atau gangguan pernapasan akibat asap peleburan, itu sudah cukup menjadi dasar hukum untuk menutup perusahaan,” jelasnya.

Wakil Ketua DPC Gerindra Surabaya ini menambahkan, pencemaran lingkungan merupakan masuknya zat atau energi ke dalam lingkungan hidup akibat aktivitas manusia. Jika melebihi baku mutu, pemerintah wajib menjatuhkan sanksi.

Selain melanggar UU Lingkungan Hidup, PT SJL juga berpotensi melanggar UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU No. 6 Tahun 2023, hingga Perwali Surabaya No. 99 Tahun 2016 tentang tata cara sanksi administratif di bidang lingkungan.

“Sanksinya bisa berupa pembekuan, bahkan pencabutan izin usaha. Kalau ada unsur pidana, pemilik bisa dijerat Pasal 374 KUHP dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun,” tegasnya.

Sebelumnya, warga Wisma Tengger melaporkan bau menyengat sejak November 2024 yang diduga berasal dari pabrik PT SJL. Bau tersebut memicu keluhan batuk, sesak napas, hingga iritasi tenggorokan, terutama pada anak-anak dan lansia.

Meski DLH sudah memberikan peringatan dan Satpol PP menyegel pabrik pada awal Juli 2025, hasil sidak terakhir masih menemukan adanya aktivitas produksi di dalam area pabrik.

Cak Yebe menegaskan DPRD akan terus mengawal kasus ini demi melindungi hak warga atas lingkungan yang sehat.

“Kami tidak ingin warga terus menjadi korban. Pemkot harus tegas agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan di Surabaya,” pungkasnya.

Senada, Anggota DPR RI Komisi VIII, Bambang Haryo Soekartono atau akrab disapa BHS mengatakan, keberadaan pabrik peleburan emas di kawasan padat penduduk sangat berisiko dan menimbulkan keresahan warga.

“Tentu harus dilakukan penyetopan operasional. Sangat disayangkan mereka sudah berdiri tujuh tahun dan baru sekarang masalahnya meledak. Kalau masyarakat minta ditutup, ya harus ditutup,” kata BHS usai sidak di lokasi, Senin (15/9/2025).

Ia menjelaskan, aktivitas pengolahan emas bukan hanya soal izin, tetapi juga menyangkut keselamatan lingkungan. Limbah berbahaya seperti merkuri dan natrium sianida berpotensi mencemari air maupun tanah, bahkan mengancam nyawa warga sekitar.

“Risikonya besar sekali. Limbah racun bisa membuat lingkungan tercemar dan masyarakat meninggal. Ini tidak boleh dianggap sepele,” jelasnya.

Tak hanya itu, politisi Gerindra ini juga meminta Pemkot Surabaya bertindak tegas. Ia menitipkan persoalan ini kepada Wakil Wali Kota Armuji. 

Jika tidak ada langkah konkret, ia berjanji akan melaporkannya ke Kementerian Lingkungan Hidup.

“Kalau proses penutupan tak berjalan, saya akan tembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Jangan sampai perusahaan yang sudah lama berdiri baru sekarang menimbulkan masalah besar,” tegasnya.

Warga Beri Waktu 2x24 Jam

Sementara itu, salah satu warga Tengger, Ibnu, menyambut baik langkah DPR dan Pemkot. Menurutnya, pihak perusahaan sudah menyatakan kesediaan menutup pabrik. Namun warga tetap memberikan batas waktu tegas.

“Warga tetap tegas, waktunya tidak boleh lebih dari dua kali dua puluh empat jam (2x24 jam). Kalau Rabu rapat final tidak ada keputusan, warga siap bersuara langsung dalam forum itu,” ungkapnya.

Ibnu menambahkan, jika warga sudah terlalu lama menghirup bau menyengat dari aktivitas peleburan emas di pabrik tersebut. Dimana, warga menunggu keputusan final pada Rabu mendatang sebagai penentu langkah selanjutnya.

“Kalau memang ditutup sesuai kesepakatan, aksi warga selesai. Tapi kalau tidak ada ketegasan, kami tidak akan diam,” tutupnya.

Reporter: Amanah/Editor:Widyawati

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.