
MALANG (Lentera) - Forum Komunikasi Paguyuban Angkutan Kota (Angkot) Malang menyatakan kekecewaannya, karena merasa tidak pernah dilibatkan dalam forum resmi terkait rencana beroperasinya Transjatim koridor Malang Raya. Mereka khawatir program tersebut, justru akan mematikan transportasi lokal yang masih bertahan hingga saat ini.
"Kekhawatiran kami itu jelas, (Transjatim) nantinya akan menghancurkan rekan-rekan angkot yang masih bertahan sampai hari ini," ujar Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Angkot Malang, Stefanus Hari Wahyudi, Selasa (16/9/2025).
Hari mengungkapkan, sampai saat ini belum pernah ada diskusi resmi antara pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah dengan paguyuban angkot terkait implementasi Transjatim. Informasi mengenai program tersebut, katanya justru lebih banyak beredar melalui pemberitaan media.
"Kalau sekadar ngomong-ngomong pernah dengan Dishub Kota Malang, tapi secara resminya kami belum pernah diajak (diskusi). Kami dari semua jalur belum pernah duduk bersama secara resmi membahas Transjatim. Ujung-ujungnya di media ramai mau mengaspal bulan Oktober nanti," jelasnya.
Ditambahkannya, komunikasi yang pernah terjalin hanya sebatas obrolan santai dengan pihak Dinas Perhubungan Kota Malang. "Kami bertemu Pak Widjaja dan Pak Minto, tapi sekadar berbicara santai sambil mengopi," katanya.
Pihaknya juga menilai wacana menjadikan angkot sebagai feeder Transjatim belum memiliki kejelasan. Menurut Hari, janji kolaborasi seperti itu sebelumnya sudah sering dilontarkan, namun realisasinya tidak pernah berjalan.
"Jadi kami itu selama ini (seolah) dikasih angin segar, tetapi kami sudah paham, karena tidak dibarengi penerapan sesuai apa yang diomongkan. Sulitnya di situ," ujarnya.
Sebagai contoh, Hari menyinggung kebijakan penerapan satu arah di kawasan Kayutangan Heritage. Menurutnya, saat itu sempat ada pembahasan dengan sopir angkot, namun setelah kebijakan diberlakukan, komunikasi berkelanjutan tidak pernah terjadi.
Karena itu, Forum Komunikasi Paguyuban Angkot Malang menyepakati penolakan terhadap rencana Transjatim.
"Pada intinya rekan-rekan dari semua jalur sepakat menolak. Kami mohon dikaji ulang dulu, karena sopir angkot sudah berkurang pendapatannya. Kalau ditambah Transjatim, ya habis angkot nanti," tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita mengatakan program Transjatim memang masih membutuhkan pembahasan detail. Pasalnya, rencana tersebut merupakan bagian dari sistem transportasi aglomerasi yang melibatkan lintas daerah di Malang Raya.
"Karena belum gamblang, ya. Ini kita masih belum detail tentang Transjatim ini. Jadi saya kira ini akan menunggu kota-kota/kabupaten di sekitar Kota Malang juga," kata Amithya.
Terkait wacana angkot dijadikan feeder, Mia, sapaan akrab politisi PDI-Perjuangan, ini menilai hal itu cukup baik sebagai langkah awal. Menurutnya, kondisi Kota Malang dengan banyak gang-gang kecil membuat armada besar Transjatim sulit menjangkau semua wilayah, sehingga peran feeder tetap dibutuhkan.
"Pasti akan butuh feeder. Tapi seperti apa tingkat persentase penggunaan feeder ini, dan apakah semua armada bisa terpakai, itu yang kita belum tahu. Kalau ada armada yang tidak termanfaatkan, itu harus dipikirkan juga," katanya.
Lebih lanjut, Mia memastikan aspirasi sopir angkot sudah diteruskan ke DPRD Provinsi Jawa Timur dan Dinas Perhubungan Jatim untuk dibahas lebih lanjut.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais