
SURABAYA (Lentera) – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menekankan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026 harus benar-benar menjadi instrumen pengelolaan keuangan daerah yang berdampak nyata untuk mengatasi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh juru bicara Banggar, Hj. Lilik Hendarwati, saat menyampaikan pendapat Banggar atas Nota Keuangan Gubernur terkait Rancangan Perda tentang APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2026 di rapat paripurna DPRD Jatim.
Menurut Hj. Lilik Hendarwati, APBD bukan sekadar dokumen perencanaan fiskal tahunan, melainkan harus memiliki keterkaitan langsung dengan pencapaian target pembangunan sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2026.
“APBD merupakan instrumen pengelolaan keuangan daerah yang harus memiliki dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketercapaian target pembangunan,” ungkapnya, Senin (22/9/2025).
Ia menambahkan, pembahasan antara Banggar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) terhadap Rancangan Perda APBD 2026 tidak hanya berorientasi pada kesesuaian normatif dengan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) sebagaimana amanat Pasal 105 ayat (2) PP Nomor 12 Tahun 2019. Lebih dari itu, pembahasan APBD 2026 juga harus diarahkan untuk menjawab tantangan nyata, terutama ketimpangan pembangunan wilayah dan rendahnya kualitas layanan dasar.
“Yang paling penting adalah bagaimana APBD Tahun Anggaran 2026 ini memiliki dampak signifikan terhadap penyelesaian berbagai problem ketimpangan pembangunan daerah dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Lilik menegaskan.
Dalam pandangan Banggar, sejumlah langkah konkret perlu segera dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama komisi-komisi DPRD dalam pembahasan lebih lanjut dengan organisasi perangkat daerah (OPD) penghasil. Salah satu rekomendasi utama adalah peningkatan pemanfaatan aset daerah secara efisien dan berkelanjutan. Banyak aset daerah yang masih berstatus idle dan belum termanfaatkan secara optimal.
“Pemanfaatan aset daerah harus ditingkatkan, terutama yang berstatus idle. Harus ada target kinerja pada masing-masing OPD terkait, dan target tersebut dirumuskan dalam Renstra maupun Renja OPD,” papar Hj. Lilik.
Selain itu, Banggar menyoroti kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurutnya, jika hasil evaluasi menunjukkan BUMD tidak sehat dan justru menjadi beban APBD tanpa memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, maka DPRD dapat merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) BUMD. Pansus ini diharapkan mampu memastikan penanganan BUMD dilakukan secara efektif, berkelanjutan, dan memberikan keuntungan bagi pembangunan daerah.
Banggar juga mendorong agar BUMD maupun perusahaan swasta di Jawa Timur berkontribusi lebih optimal melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Partisipasi BUMD dan perusahaan swasta dalam pemberdayaan masyarakat harus ditingkatkan. Dana CSR harus diarahkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus menekan ketimpangan pembangunan daerah,” jelasnya.
Dalam bidang kesehatan, Banggar meminta Pemprov Jatim segera menyusun roadmap pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), terutama pada rumah sakit kelas A milik pemerintah provinsi. Roadmap ini harus dirancang agar BLUD mampu mandiri dari aspek anggaran.
Tak hanya itu, DPRD juga menekankan pentingnya percepatan penerbitan Peraturan Gubernur tentang penyelenggaraan Sister Hospital. Regulasi ini diharapkan mampu mewujudkan mutu layanan kesehatan yang setara di seluruh rumah sakit milik Pemprov Jatim, sehingga kesenjangan layanan antarwilayah bisa ditekan.
“Masyarakat di pelosok daerah harus mendapat kualitas pelayanan kesehatan yang sama baiknya dengan masyarakat di perkotaan. Dengan sistem Sister Hospital, standar layanan rumah sakit di Jawa Timur bisa merata,” pungkasnya. (ADV)
Reporter: Pradhita|Editor: Arifin BH