
SURABAYA (Lentera) - Supermodel Bella Hadid sudah cukup lama berhadapan dengan penyakit Lyme, yakni gangguan kronis yang ditularkan melalui gigitan kutu. Walau sering tampil menawan di runway internasional bersama brand ternama seperti Dior dan Versace, di balik sorotan lampu ia tetap harus melawan masalah kesehatan yang tidak tampak dari luar.
Bella Hadid diketahui pertama kali didiagnosis menderita penyakit Lyme saat berusia 16 tahun, meski tanda-tandanya sudah muncul sejak ia berumur 14 tahun. Dalam sebuah unggahan di Instagram, ia bercerita bahwa dirinya merasakan hampir 30 gejala setiap hari, mulai dari sakit kepala, sulit tidur, kabut otak, rasa cemas, mual, hingga nyeri pada persendian.
“Setiap hari saya merasakan setidaknya 10 dari gejala ini tanpa gagal,” tulisnya. Kondisi tersebut semakin memburuk ketika ia menginjak usia 18 tahun.
Sebelum menjadi model, Bella Hadid bercita-cita menekuni olahraga berkuda secara profesional. Namun, penyakit Lyme terpaksa mengubur keinginannya itu.
“Saya pikir saya akan menunggang kuda seumur hidup, tapi semuanya terjadi karena suatu alasan,” ungkapnya pada 2017 seperti dikutip dari People. Meski begitu, ia masih sesekali membagikan momen berkuda saat kondisi kesehatannya memungkinkan.
Gejala yang Melemahkan
Penyakit Lyme dapat menimbulkan gejala parah meski sulit terlihat dari luar. Yolanda Hadid, ibunya, mengungkapkan meski Bella kerap tidur lebih dari 12 jam, tetapi tetap merasakan kelelahan ekstrem, nyeri sendi, serta sering lupa sesaat yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Tidak ada kata yang cukup besar untuk menggambarkan kegelapan, rasa sakit, dan neraka tak dikenal yang dialami Bella,” tulis Yolanda di Instagram pada September 2025, setelah putrinya kembali dirawat di rumah sakit.
Penyakit Lyme tidak hanya dialami Bella. Sang ibu, Yolanda, dan adiknya, Anwar Hadid, juga memiliki diagnosis serupa. Dalam sebuah acara amal tahun 2015, Yolanda menyatakan tekadnya untuk mendukung anak-anaknya melewati penyakit kronis ini.
Masa Pemulihan
Pada Agustus 2023, Bella mengumumkan bahwa ia merasa “akhirnya sehat” setelah menjalani lebih dari 100 hari perawatan intensif. Ia mengambil jeda dari dunia modeling untuk fokus pada kesehatannya, dan kakaknya, Gigi Hadid, memberi dukungan penuh atas proses pemulihannya. Namun, hampir dua tahun kemudian, Bella kembali menjalani rawat inap.
Melalui unggahan Instagram, ia membagikan foto dari ranjang rumah sakit dengan selang infus terpasang, sambil menuliskan pesan singkat kepada penggemar. “Maaf, aku selalu menghilang. Aku sayang kalian," tulisnya pada unggahan Instagram, 18 September 2025.
Gejala dan Penyebab
Dikutip dari Mayo Clinic, penyakit Lyme adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Borrelia. Penularan penyakit Lyme kepada manusia melalui gigitan kutu yang membawa bakteri tersebut. Umumnya penyebaran penyakit ini terjadi di Amerika Serikat, Atlantik tengah, Eropa, dan Kanada. Risiko tertular jika sering menghabiskan waktu di area berumput, semak belukar atau hutan.
Gejala penyakit Lyme bervariasi, dan biasanya muncul secara bertahap. Gejala awal biasanya muncul dalam 3 hingga 30 hari setelah gigitan kutu, berupa ruam, lingkaran tunggal yang perlahan menyebar dari lokasi gigitan kutu. Lalu dapat menjadi bening di bagian tengah dan tampak seperti target atau sasaran tembak. Ruam sering terasa hangat saat disentuh, tetapi biasanya tidak nyeri atau gatal.
Selain ruam, gejala lainnya meliputi demam, sakit kepala, kelelahan ekstrem, sendi kaki, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Kalau tidak diobati gejala-gejala itu dapat memburuk. Gejalanya sering muncul dalam 3 hingga 10 minggu setelah gigitan kutu.
Pengobatan
Penanganan penyakit Lyme paling efektif dilakukan sejak stadium awal, karena pada fase ini infeksi masih lebih mudah dikendalikan. Biasanya, dokter akan memberikan antibiotik oral dengan durasi pengobatan antara 14 hingga 21 hari. Langkah ini terbukti mampu membantu tubuh mengeliminasi bakteri penyebab penyakit secara menyeluruh sebelum menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Meskipun demikian, perlu dipahami bahwa gejala yang dialami pasien tidak selalu langsung hilang meskipun terapi antibiotik sudah dijalankan. Beberapa keluhan, seperti rasa lelah atau nyeri otot, dapat bertahan untuk sementara waktu. Hal ini tidak selalu menandakan pengobatan gagal, melainkan bagian dari proses pemulihan tubuh.
Oleh karena itu, pengidap sangat dianjurkan untuk tetap berkonsultasi dan melakukan kontrol rutin ke dokter, bahkan jika gejala sudah tampak mereda. Pemantauan medis tetap penting guna memastikan infeksi benar-benar hilang dan mencegah kemungkinan timbulnya masalah kesehatan lain di kemudian hari.
Pencegahan
Pencegahan penyakit lyme pada umumnya dilakukan dengan cara meminimalisir kemungkinan paparan gigitan kutu. Beberapa langkah bisa dilakukan untuk mencegah sekaligus menangani gigitan kutu. Saat beraktivitas di luar ruangan, gunakan celana panjang dan baju berlengan panjang agar kulit lebih terlindungi.
Pastikan halaman rumah bebas dari kutu dengan membersihkan kayu dan meletakkannya di area yang terkena sinar matahari, memangkas rumput secara teratur, serta menjaga agar tidak tumbuh terlalu panjang.
Selain itu, gunakan penangkal serangga dengan kandungan DEET 10 persen yang efektif melindungi selama dua jam, dan ingat untuk mengaplikasikannya kembali jika berada di luar ruangan lebih lama. Jangan lupa memeriksa kulit secara rutin untuk mendeteksi adanya gigitan kutu.
Jika menemukan kutu menempel, segera cabut menggunakan pinset dengan cara menjepit bagian kepala atau mulutnya, lalu tarik perlahan hingga seluruh tubuh kutu terangkat sempurna.
Diagnosis
Diagnosis penyakit lyme dilakukan berdasarkan wawancara dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan darah kurang akurat sampai beberapa minggu setelah infeksi pertama. Hal ini dikarenakan antibodi terhadap bakteri penyebab penyakit lyme baru terbentuk setelah beberapa minggu. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah menggunakan beberapa metode untuk mendeteksi penyakit Lyme, di antaranya adalah ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) yang berfungsi mendeteksi antibodi terhadap bakteri Borrelia burgdorferi. Jika hasil ELISA menunjukkan positif, maka pemeriksaan lanjutan menggunakan Western blot dilakukan untuk mengonfirmasi kebenarannya.
Selain itu, metode PCR (Polymerase Chain Reaction) juga bisa diterapkan, terutama pada individu yang mengalami radang sendi atau gejala saraf persisten pascainfeksi. Pemeriksaan PCR biasanya menggunakan sampel berupa cairan sendi maupun cairan serebrospinal untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber