29 September 2025

Get In Touch

Produksi Ikan Air Tawar di Kota Malang Tembus 160 Ribu Ton

Ilustrasi: budidaya ikan air tawar di Kota Malang. (dok. DispangtanMK)
Ilustrasi: budidaya ikan air tawar di Kota Malang. (dok. DispangtanMK)

MALANG (Lentera) - Produksi ikan air tawar di Kota Malang terus mengalami peningkatan. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispangtan) Kota Malang mencatat, panen sekitar 160 ribu ton. Angka ini naik dibanding tahun sebelumnya yang berada di 158,6 ribu ton.

Kepala Dispangtan Kota Malang, Slamet Husnan, menjelaskan tren kenaikan produksi tidak lepas dari peran masyarakat yang memanfaatkan lahan sempit di perkotaan. Warga banyak mengembangkan budidaya ikan menggunakan kolam terpal, kolam tanah, hingga wadah sederhana seperti ember.

"Budidaya air tawar cukup bagus untuk menambah pendapatan, meningkatkan sumber protein di masyarakat, dan memperkuat ketahanan pangan di tingkat keluarga, RT, RW, maupun kelompok pembudidaya ikan," ujar Slamet, Minggu (28/9/2025).

Disebutkannya, hingga tahun 2024, jumlah pembudidaya ikan air tawar di Kota Malang tercatat sebanyak 751 orang. Jumlah tersebut juga meningkat dibanding tahun sebelumnya. Menurut Slamet, jenis ikan yang paling banyak dibudidayakan masyarakat adalah lele dan gurami.

Lebih lanjut, pihaknya juga menargetkan capaian produksi ikan air tawar di tahun 2025 ini bisa melampaui angka 160 ribu ton. Menurut Slamet, target tersebut realistis. Melihat tren kenaikan dan antusiasme warga dalam mengembangkan budidaya, meski dengan lahan yang terbatas.

Selain mendukung budidaya, Dispangtan juga menyiapkan program pelatihan pengolahan pangan berbasis ikan. Slamet menegaskan, hal ini bertujuan agar hasil panen tidak hanya dipasarkan dalam bentuk segar, tetapi juga diolah sehingga memiliki nilai tambah.

"Selain pelatihan, kami juga melakukan pendampingan, monitoring, dan evaluasi. Dengan begitu, pembudidaya bisa lebih mandiri dan berdaya saing," tambahnya.

Untuk mendukung program tersebut, Pemkot Malang telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp200 juta setiap tahunnya. Dana ini digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana budidaya ikan, serta kegiatan lain seperti urban farming, ternak ayam, dan pemanfaatan pekarangan produktif.

Manfaat budidaya di lahan sempit dirasakan langsung oleh warga. Sugiono, warga Kelurahan Tunjungsekar, RW 1/RT 9, berhasil mengembangkan usaha lele sejak mendapat bantuan pemerintah pada 2020. Saat itu, ia menerima lima ember dan 500 bibit lele.

"Memang benar, saya dapat bantuan saat jadi RT. Lima ember, kemudian bibit lelenya 500. Nah itu tahun 2020," ujarnya, dikutip pada Minggu (28/9/2025).

Kini, usaha yang berawal dari 500 bibit tersebut telah berkembang menjadi 1.000 ekor dengan kolam terpal. Sugiono menerapkan sistem panen bertahap karena ukuran ikan tidak seragam. "Kalau lele tidak bisa panen satu kali. Kami ambil yang besar dulu. Di bulan berikutnya sampai lima bulan cari bibit baru," jelasnya.

Dari budidaya ini, Sugiono mengaku bisa memperoleh keuntungan antara Rp200 ribu hingga Rp300 ribu setiap kali panen. Jika kondisi budidaya bagus, keuntungan bisa mencapai Rp400 ribu. "Saya masih pakai pakan dengan protein 35. Belum mencoba pakan lain karena keterbatasan media," tambahnya.

Selain menambah penghasilan, usaha ini menurutnya, juga membantu ketahanan pangan keluarga. Sugiono menyebut kebutuhan ikan untuk konsumsi rumah tangga dapat dipenuhi tanpa harus membeli di pasar.

Ia menilai peluang pasar untuk lele masih terbuka lebar, meski keterbatasan lahan di perkotaan membuat pengembangan skala besar sulit dilakukan.

"Sebetulnya sangat menjanjikan karena dari pasar banyak kekurangan. Contoh dari satu orang saja, di Pasar Ngijo bisa menjual 10 kilogram per hari. Tapi dari saya hanya bisa menyuplai 30 kilogram," ungkapnya.

Reporter: Santi Wahyu/Editor:Widyawati

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.