02 October 2025

Get In Touch

Pemanis Nol Kalori, Benarkah Lebih Sehat dari Gula?

Ilustrasi
Ilustrasi

SURABAYA (Lentera) - Pemanis nol kalori semakin diminati oleh mereka yang ingin menjaga kesehatan sekaligus mengurangi konsumsi gula. Bahan ini kerap dipandang sebagai pengganti yang lebih aman dibandingkan gula biasa, khususnya bagi penderita diabetes. Tetapi, apakah benar klaim manfaat tersebut sepenuhnya tepat dan tanpa efek samping?

Menurut dr. Consistania Ribuan, dokter spesialis gizi lulusan Universitas Indonesia, anggapan bahwa semua pemanis non-gula maupun nol kalori otomatis lebih sehat tidaklah sepenuhnya tepat. Pernyataan ini ia sampaikan dalam acara wicara Ravelle yang digelar di Jakarta pada Minggu lalu. Ia menekankan bahwa masyarakat perlu memahami lebih jauh mengenai jenis pemanis tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Walaupun pemanis jenis ini bisa menjadi alternatif bagi penderita diabetes atau bagi mereka yang berusaha mengurangi konsumsi gula, ada hal penting yang perlu dicermati. Konsumen sebaiknya lebih bijak dan teliti dalam memilih produk yang beredar di pasaran. Sebab, tidak semua produk dengan label “alami” benar-benar bebas dari risiko atau efek samping saat dikonsumsi.

Memahami Klaim Kesehatan 

Pemanis nol kalori memang menawarkan opsi menarik bagi individu yang ingin membatasi konsumsi gula harian. Terutama bagi penderita diabetes atau mereka yang sedang menjalani program diet, produk ini sering dianggap sebagai penyelamat. Namun, dr. Consistania menekankan bahwa klaim "lebih sehat" perlu dicermati lebih jauh dan tidak bisa digeneralisasi.

“Dibilang lebih sehat atau tidak sebenarnya kalau bagi penderita diabetes atau bagi yang tidak ingin mengonsumsi banyak gula itu bisa jadi salah satu alternatif,” ujarnya. Ia menambahkan, "tapi ada hal yang perlu diperhatikan." Pernyataan ini menunjukkan bahwa ada nuansa penting dalam penggunaan pemanis nol kalori yang tidak boleh diabaikan.

Masalah utama seringkali terletak pada komposisi produk pemanis nol kalori itu sendiri. Banyak pemanis yang beredar di pasaran dicampur dengan zat tambahan lain yang tidak selalu menyehatkan. Zat-zat inilah yang justru berpotensi membahayakan kesehatan konsumen dalam jangka panjang. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam memilih sangatlah penting dan tidak bisa hanya berpatokan pada klaim nol kalori.

Pentingnya Membaca Label Komposisi Produk

Masyarakat diimbau untuk selalu teliti dalam membaca label komposisi pada kemasan produk pemanis, termasuk pemanis nol kalori. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan keamanan dan kualitas produk yang akan dikonsumsi. Dr. Consistania secara khusus mengingatkan agar konsumen mewaspadai keberadaan sukrosa dalam daftar bahan.

Sukrosa merupakan bentuk gula sederhana yang umum ditemukan dalam berbagai makanan olahan dan minuman. Jika pada label tertulis sukrosa, itu berarti produk tersebut mengandung gula biasa, bukan murni pemanis non-gula. “Kalau di labelnya tertulis sukrosa, itu artinya gula biasa. Harus dibatasi, terutama dalam jumlah besar,” tegasnya. Konsumsi sukrosa dalam jumlah besar harus dibatasi untuk menjaga kesehatan.

Ia menjelaskan lebih lanjut, "Kalau dia benar-benar dari tumbuhan dan murni, tanpa tambahan bahan lain, boleh saja." Namun, ia menambahkan, "Tapi yang sering jadi masalah adalah banyak produk dicampur dengan zat tambahan lain yang justru bisa membahayakan kesehatan." Transparansi komposisi menjadi kunci utama untuk membuat pilihan yang tepat dan sehat.

Mengurangi Ketergantungan pada Rasa Manis

Meskipun pemanis alternatif dapat membantu mengurangi asupan gula, dokter spesialis gizi ini menegaskan bahwa ini bukanlah alasan untuk membenarkan konsumsi makanan manis secara bebas. Penggunaan pemanis non-gula tidak serta merta menjadikan semua makanan manis aman untuk dikonsumsi dalam jumlah tak terbatas. Pola pikir ini perlu diubah demi kesehatan jangka panjang.

“Jangan sampai kita pikir semua makanan manis aman dikonsumsi hanya karena pakai pemanis non-gula,” kata dr. Konsisten. Ia menekankan pentingnya melatih diri untuk mengurangi kebutuhan akan rasa manis secara keseluruhan. Ini adalah bagian fundamental dari gaya hidup sehat yang berkelanjutan, bukan sekadar mengganti jenis pemanis.

Edukasi konsumen tentang cara membaca label dan memahami kandungan gizi tetap menjadi kunci utama dalam menjaga pola makan sehat. Penggunaan pemanis nol kalori memang bisa menjadi solusi yang efektif, namun harus dengan syarat dan pemahaman yang benar. Tujuannya adalah untuk mencapai pola makan yang seimbang dan mengurangi risiko penyakit terkait gula. Selain itu, berikut adalah risiko kesehatan dari pemanis nol kalori.

Penyakit Jantung dan Stroke 

Beberapa penelitian, khususnya yang menyoroti eritritol, menemukan bahwa pemanis ini berpotensi memicu pembekuan darah. Kondisi tersebut menjadi perhatian serius karena darah yang membeku secara tidak normal dapat menghambat aliran darah dalam tubuh.

Dampak lebih lanjut dari pembekuan darah adalah meningkatnya risiko terjadinya serangan jantung dan stroke. Kedua penyakit ini termasuk dalam kategori masalah kardiovaskular yang berbahaya dan bisa mengancam jiwa, sehingga konsumsi eritritol sebaiknya tetap diperhatikan dengan hati-hati.

Masalah Ginjal 

Stevia kerap dianggap memiliki efek diuretik yang dapat merangsang peningkatan kerja ginjal. Hal ini membuat tubuh lebih sering membuang cairan melalui urin, yang pada sebagian orang bisa memengaruhi keseimbangan cairan maupun elektrolit dalam tubuh.

Selain itu, beberapa studi juga menyoroti konsumsi pemanis buatan dalam jangka panjang, termasuk stevia, yang dikaitkan dengan risiko kerusakan ginjal. Meski hasil penelitian masih memerlukan kajian lebih lanjut, temuan ini menjadi perhatian agar penggunaan stevia tetap dilakukan secara bijak. 

Gangguan Pencernaan 

Pemanis seperti stevia maupun alkohol gula diketahui dapat memicu gangguan pencernaan, terutama ketika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan. Efek yang umum dirasakan meliputi kembung, timbulnya gas berlebih, hingga rasa mual yang mengganggu kenyamanan.

Selain itu, beberapa orang juga melaporkan munculnya kram perut setelah mengonsumsi pemanis ini. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa meskipun dianggap lebih sehat dibanding gula biasa, penggunaan stevia dan alkohol gula tetap perlu dibatasi agar tidak menimbulkan masalah pada sistem pencernaan.

Gangguan Hormon 

Glikosida steviol yang terkandung dalam stevia memiliki struktur kimia yang mirip dengan steroid. Kemiripan ini menimbulkan dugaan bahwa senyawa tersebut bisa memengaruhi proses biologis tertentu di dalam tubuh, khususnya yang berkaitan dengan fungsi hormonal.

Beberapa penelitian awal menyebutkan adanya potensi gangguan pada produksi hormon akibat konsumsi glikosida steviol. Walau bukti ilmiah masih terbatas, hal ini menimbulkan perhatian agar penggunaan stevia tetap dipantau, terutama jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Peningkatan Keinginan Makanan Manis 

Penggunaan pemanis nol kalori dalam jumlah berlebihan dapat membuat lidah terbiasa dengan sensasi rasa manis yang lebih kuat dibandingkan gula alami. Kebiasaan ini lama-kelamaan bisa mengubah preferensi rasa, sehingga tubuh cenderung mencari tingkat kemanisan yang sama atau bahkan lebih tinggi.

Alih-alih membantu mengurangi konsumsi gula, kondisi tersebut justru berisiko meningkatkan keinginan untuk mengonsumsi makanan dan minuman manis lainnya. Jika tidak dikendalikan, hal ini bisa berdampak pada pola makan yang kurang sehat dan berpotensi memicu masalah metabolik di kemudian hari. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber
 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.