JAKARTA (Lentera)– Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menerima laporan mengejutkan dari Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia terkait praktik nakal sejumlah produsen emas yang menghindari kewajiban pajak. Dalam pertemuan di kantor Kemenkeu, Purbaya mengungkap bahwa banyak produsen perhiasan menjual emas tanpa dokumen resmi dan langsung menyalurkannya ke toko-toko tanpa membayar pajak yang seharusnya disetorkan ke negara.
“Mereka langsung jual ke toko emas tanpa surat beli, jadi otomatis nggak bayar pajak,” ujar Purbaya di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Padahal, sesuai aturan, produsen perhiasan yang beroperasi secara legal wajib membayar pajak 1,1% saat membeli emas dari pabrikan, serta PPN sebesar 1,6% yang biasanya dibebankan kepada konsumen. Artinya, total beban pajak di sektor ini hampir 3%.
Melihat maraknya pelanggaran, muncul usulan agar pajak dikenakan langsung di tingkat pabrikan agar tidak membebani konsumen sekaligus menutup celah manipulasi pajak.
“Menurut laporan, sekitar 90% produsen emas itu gelap, artinya mereka tidak membayar PPN 1,6% ke negara,” ungkap Purbaya. “Makanya diusulkan tarif PPN 3% langsung di level pabrik, jadi konsumen nggak perlu bayar lagi, dan kita bisa kontrol lebih cepat,” tambahnya.
Usulan tersebut kini tengah dikaji Kemenkeu sebagai langkah reformasi sistem perpajakan sektor perhiasan, yang selama ini dikenal sebagai ladang empuk penghindaran pajak.
Skema baru ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari industri emas yang nilainya mencapai triliunan rupiah per tahun, sekaligus menciptakan iklim bisnis yang lebih adil bagi produsen patuh pajak.
Sebelumnya, harga emas perhiasan terus menunjukkan tren kenaikan sejak 2023, mendorong peningkatan transaksi di sektor ini — namun juga membuka peluang besar bagi pelaku usaha nakal untuk memanfaatkan celah pajak demi keuntungan pribadi.
Editor:Widyawati/berbagai sumber




