11 November 2025

Get In Touch

RUU Sisdiknas Harus Pastikan Mandatory Spending Tepat Sasaran dan Atasi Disparitas Pendidikan

Anggota Komisi X DPR RI, Reni Astuti.
Anggota Komisi X DPR RI, Reni Astuti.

JEMBER (Lentera) - Anggota Komisi X DPR RI, Reni Astuti, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) harus mampu menjawab persoalan disparitas mutu dan akses pendidikan, terutama antara daerah perkotaan dan wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Hal tersebut ia sampaikan usai mengikuti rapat Kunjungan Kerja Panja RUU Sisdiknas Komisi X di Universitas Jember (Unej), Provinsi Jawa Timur, Kamis (6/11/2025).

“Alhamdulillah, pada hari ini Komisi X melakukan kunjungan kerja spesifik di Universitas Jember terkait penyusunan RUU Sisdiknas. Kehadiran kami di sini bukan hanya bertemu dengan rektor dan sivitas akademika Unej, tetapi juga kampus-kampus lain yang ada di sekitar Jember, baik PTN maupun PTS,” ujar Reni.

Hadir dalam pertemuan tersebut perwakilan dari berbagai perguruan tinggi, di antaranya UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Universitas Muhammadiyah Jember, serta Poltekkes Malang Kampus Jember. Para peserta menyampaikan beragam pandangan terkait tata kelola pendidikan tinggi, kurikulum, akreditasi, beban kerja dan tunjangan dosen, hingga arah sistem pembiayaan.

Fokus Pembahasan: Mandatory Spending Pendidikan 20 Persen

Reni menekankan bahwa salah satu substansi penting dalam pembahasan RUU Sisdiknas adalah penjabaran penggunaan Mandatory Spending 20 Persen anggaran pendidikan dari APBN/APBD sebagaimana diamanatkan Pasal 31 ayat (5) UUD 1945.

“Selama ini 20 persen anggaran pendidikan sudah berjalan, tetapi belum ada uraian yang jelas mengenai porsi penggunaannya untuk apa saja. Apakah untuk pembiayaan peserta didik, beasiswa mahasiswa, tunjangan guru dan dosen, sarana-prasarana, atau peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri,” jelasnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (2024), alokasi anggaran fungsi pendidikan dalam APBN mencapai sekitar Rp 665 triliun. Namun, berbagai kajian menunjukkan bahwa distribusi anggaran masih belum sepenuhnya menjawab kesenjangan mutu pendidikan antarwilayah dan antarlembaga pendidikan.

“Jangan sampai disparitas makin lebar, baik dari sisi fasilitas, kualitas proses pembelajaran, maupun hasil pendidikan. Pengaturan anggaran harus menyentuh kebutuhan riil, khususnya untuk daerah 3T,” tegas Legislator dari Fraksi PKS tersebut.

Penataan Sekolah Kedinasan agar Tidak Tumpang Tindih

Dalam dialog, isu sekolah kedinasan turut mencuat. Menurut Reni, penataan sekolah kedinasan perlu diperjelas agar tidak tumpang tindih dengan program studi pada perguruan tinggi umum.

“Sekolah kedinasan yang memang bertujuan menyiapkan SDM bagi kementerian atau lembaga seharusnya tidak menggunakan anggaran fungsi pendidikan secara langsung. Jika sifatnya peningkatan kompetensi internal pegawai, maka pembiayaannya idealnya berasal dari kementerian/lembaga terkait,” ujarnya.

Reni menegaskan bahwa penataan ini penting untuk menjaga keadilan akses dan efektivitas penggunaan anggaran negara.

RUU Sisdiknas sebagai Kodifikasi Tiga Undang-Undang Pendidikan

Reni menjelaskan bahwa RUU Sisdiknas yang tengah dibahas merupakan kodifikasi dari tiga undang-undang yang selama ini berjalan terpisah, yaitu, pertama, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; kedua, UU Guru dan Dosen, dan ketiga UU Pendidikan Tinggi. 

Hal itu ditambah sejumlah pasal baru yang menyesuaikan perkembangan teknologi dan dinamika pendidikan saat ini. RUU tersebut akan memuat sekitar 74 pasal pembaruan yang mencakup tata kelola, standar mutu, ekosistem pembelajaran, hingga digitalisasi pendidikan.

Harapan: Partisipasi Publik Tetap Dibuka

Reni menutup keterangannya dengan menegaskan bahwa Komisi X akan terus membuka ruang dialog dengan publik. “Kami sangat berharap masukan dari berbagai unsur masyarakat, terutama pemangku kepentingan pendidikan. Karena RUU ini akan menjadi payung besar sistem pendidikan nasional ke depan,” ujarnya. (*)

 

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.