OPINI (Lentera) Menggali Kekayaan Laut, Menyisakan Kerusakan...
Di balik riak ombak yang tampak tenang, eksplorasi besar-besaran menimbulkan luka di dasar laut. Kapal-kapal raksasa melintas bukan hanya mencari rezeki, tetapi mengeruk kekayaan tanpa ampun.
Tambang pasir, pengeboran minyak, hingga penangkapan ikan dengan alat modern, semuanya berlomba mengambil. Sedikit yang mau menjaga. Laut, yang dulu memberi kehidupan, kini mulai menjerit dalam sunyi.
Sementara itu, nelayan kecil yang menggantungkan hidup pada arus dan angin, menatap dari kejauhan, menelan getir yang asin seperti air laut itu sendiri, dan berharap angin membawa berkah, bukan musibah.
Laut di Indonesia sedang menua sebelum waktunya. Ikan-ikan yang dulu menari riang di antara karang kini perlahan menghilang, seakan tahu rumahnya tak lagi aman. Di atas perahu kayu yang mulai lapuk, nelayan menatap cakrawala dengan doa yang sama setiap pagi: semoga laut hari ini masih memberi. Ombak masih berdebur, tapi maknanya kini berbeda—bukan lagi lagu ketenangan, melainkan ratapan lembut dari laut yang mulai letih.
Jejak Eksplorasi
Eksplorasi laut meninggalkan luka di banyak wilayah. Di Kepulauan Riau, penambangan pasir laut untuk reklamasi menenggelamkan pulau-pulau kecil dan mengusir nelayan dari jalur tangkap tradisional mereka. Di Teluk Balikpapan, tumpahan minyak dari kilang menodai air dan membunuh biota laut, menyisakan bau getir yang menempel di jaring para nelayan.
Sementara di Selat Sunda, kapal-kapal trawl besar menyapu dasar laut tanpa ampun, menghancurkan terumbu karang yang menjadi rumah ikan-ikan muda.
Di Laut Banda dan perairan Maluku, penangkapan ikan skala besar mengurangi populasi tuna dan cakalang, sementara tambang pasir ilegal menimbulkan erosi pesisir dan mengancam rumah nelayan.
Dari barat ke timur Indonesia, laut yang seharusnya menjadi sumber kehidupan kini menjadi saksi bisu kerakusan manusia, meninggalkan jejak kehancuran yang merata di setiap sudutnya.
Dampak eksplorasi terasa nyata. Penurunan populasi ikan mengancam ketersediaan pangan, sementara kerusakan habitat laut membuat ekosistem sulit pulih. Nelayan tradisional kehilangan jalur tangkap mereka dan terpaksa menghadapi kemiskinan yang semakin dalam.
Erosi akibat tambang pasir ilegal menambah beban, mengancam rumah dan mata pencaharian mereka. Laut yang seharusnya menjadi sumber hidup kini menjadi arena krisis yang menuntut perhatian serius, dan bisikan ombaknya seolah memohon pertolongan.
Bahaya ini bukan sekadar ancaman alam semata. Krisis pangan, kerusakan ekosistem permanen, ketergantungan nelayan pada industri besar, dan tekanan sosial-ekonomi mengintai pesisir Indonesia.
Saatnya kita menyeimbangkan kebutuhan manusia dengan kelestarian laut. Laut bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang. Menjaga laut berarti menjaga napas ribuan nelayan, harapan anak-anak pesisir, dan kehidupan seluruh ekosistem yang bergantung padanya. Mari dengarkan panggilan laut sebelum semua terlambat.
Pemerintah telah berupaya menjaga laut dengan berbagai regulasi dan kebijakan. Kawasan konservasi laut dibentuk. Larangan penangkapan ikan tertentu diterapkan, dan program subsidi bagi nelayan kecil dijalankan.
Namun di lapangan, penerapan aturan seringkali terbentur oleh pengawasan yang lemah dan praktik ilegal yang terus terjadi. Upaya pemerintah, meski ada niat baik, belum cukup untuk menghentikan kerusakan yang kian meluas.
Banyak kebijakan laut lahir di atas kertas, namun di laut nyata masih banyak pelanggaran. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberpihakan pemerintah perlu diperkuat, agar aturan tidak hanya menjadi simbol, tetapi benar-benar melindungi laut dan masyarakat pesisir.
Pemerintah sejatinya memiliki kekuatan untuk mengubah arah masa depan laut Indonesia. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, pengawasan rutin, dan pemberdayaan nelayan tradisional harus menjadi prioritas. Selain itu, edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut dan penerapan teknologi ramah lingkungan dapat membantu mengurangi tekanan eksplorasi. Laut bukan milik segelintir orang, tetapi harta bersama yang harus dijaga untuk generasi sekarang dan mendatang.
Penegakan hukum terhadap praktik ilegal seperti penambangan pasir ilegal, penangkapan ikan menggunakan alat destruktif, dan pembuangan limbah industri harus tegas dan konsisten. Bila peraturan dilanggar, sanksi tegas harus diberlakukan: denda berat, pencabutan izin usaha, atau penutupan operasional ilegal. Laut bukan hanya aset ekonomi, tetapi rumah bagi seluruh ekosistem dan masa depan generasi mendatang.
Pengembangan teknologi ramah lingkungan dalam industri perikanan dan eksplorasi dapat membantu mengurangi tekanan terhadap ekosistem laut. Pemberdayaan nelayan tradisional melalui akses modal, pelatihan, dan perlindungan jalur tangkap menjadi kunci agar mereka tetap bisa hidup selaras dengan laut.
Kampanye tentang pentingnya menjaga laut, program sekolah peduli laut, serta kolaborasi antara pemerintah, nelayan, dan organisasi lingkungan akan menumbuhkan budaya pelestarian laut.
Laut Indonesia hamparan air biru yang indah. Nadi kehidupan bagi jutaan nelayan, sumber pangan bagi bangsa, dan rumah bagi ribuan spesies.
Saatnya semua bersuara dan bertindak: pemerintah, nelayan, pelaku industri, dan masyarakat mari jaga laut dengan ketegasan hukum, kepedulian sosial, dan kesadaran ekologis.
Laut harus dilindungi, bukan ditaklukkan. Dihargai, bukan dieksploitasi. Rasa hormat pada alam, gelombang akan kembali menari dengan damai, ikan-ikan akan kembali menempati rumahnya, dan generasi mendatang akan mewarisi laut yang sehat dan penuh kehidupan.
Laut warisan yang harus dijaga selamanya (*)
Penulis: M. Rohanudin|Editor: Arifin BH





