SURABAYA (Lentera) -Menjelang puncak musim hujan pada Januari–Februari 2026, pakar lingkungan Universitas Airlangga (Unair) mengingatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk memperkuat perencanaan tata kota dan infrastruktur pengendalian banjir.
Peringatan ini muncul setelah sejumlah titik di Surabaya kembali tergenang usai diguyur hujan deras dalam beberapa hari terakhir.
Dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Unair, Dio Alif Hutama mengatakan, fenomena banjir yang mulai muncul adalah indikasi bahwa kapasitas drainase kota belum mampu mengimbangi intensitas hujan yang semakin ekstrem.
“Kapasitas infrastruktur drainase Surabaya masih belum memadai, terutama untuk menghadapi cuaca ekstrem yang belakangan ini sering terjadi. Permukaan tanah yang semakin tertutup beton membuat air tidak bisa meresap, sementara saluran di beberapa titik mengalami sedimentasi dan keterbatasan kapasitas,” ucapnya, Sabtu (15/11/2025).
Menurutnya, penyebab banjir di Surabaya merupakan kombinasi antara curah hujan tinggi, sedimentasi, sampah di saluran, hingga alih fungsi lahan yang mengurangi daerah resapan.
Pembuangan sampah dan penyumbatan drainase memperburuk aliran air. Selain itu, wilayah pesisir seperti Surabaya juga menghadapi ancaman banjir rob akibat gelombang pasang di Selat Madura.
“Makin banyaknya beton dan aspal membuat air tidak sempat meresap sehingga langsung masuk ke permukiman atau jalan. Kondisi ini diperburuk risiko rob di kawasan pesisir,” jelasnya.
Untuk meminimalkan potensi banjir saat puncak musim hujan, Dio menekankan perlunya langkah preventif yang dilakukan secara konsisten oleh pemerintah kota.
“Pemerintah perlu memastikan seluruh fasilitas pengendalian banjir berfungsi optimal, mulai dari saluran, pompa, pintu air, hingga pintu laut. Normalisasi dan percepatan penyelesaian proyek drainase harus diprioritaskan sebelum musim hujan masuk puncaknya,” tuturnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya menjaga ruang terbuka hijau dan lahan resapan agar tidak dialihfungsikan. Optimalisasi bozem atau kolam retensi juga penting untuk menampung air sebelum dialirkan ke sungai atau laut.
Dio mengingatkan penanganan banjir memerlukan kerja sama semua pihak, bukan hanya pemerintah.
“Penegakan tata ruang harus diimbangi partisipasi masyarakat dalam menjaga saluran air agar tidak tersumbat sampah. Jika pemerintah dan warga bergerak bersama, tata kota Surabaya bisa lebih tangguh terhadap banjir,” pungkasnya.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH





