SURABAYA (Lentera) - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menyadari adanya kenaikan harga produk pangan di negaranya dampak kebijakan tarif impor yang diberilakukan. Akhirnya Trump memangkas tarif lebih dari 200 jenis produk pangan.
Kebijakan ini diambil di tengah meningkatnya kegelisahan konsumen AS akibat melonjaknya harga bahan makanan.
"Mereka mungkin dalam beberapa kasus menaikkan harga," ujar Trump saat ditanya soal pemangkasan tarif tersebut di pesawat kepresidenan Air Force One, dikutip cnbcindonesia, Minggu (16/11/2025).
Meski demikian Trump mengatakan kenaikan itu tidak berdampak pada inflasi. "Tapi secara keseluruhan, AS memiliki inflasi yang nyaris tidak ada," tambahnya.
Pemotongan tarif itu diantaranya berlaku pada kebutuhan sehari-hari seperti kopi, daging sapi, pisang, dan jus jeruk.
Melansir Reuters, pemotongan tarif tersebut diberlakukan secara retrokratif sejak Kamis (13/11/2025) tengah malam, menandai perubahan sikap yang cukup signifikan dari Trump. Padahal sebelumnya, ia berulang kali menegaskan bahwa tarif impor yang diterapkan tahun ini bukanlah penyebab kenaikan harga pangan.
Kebijakan ini muncul setelah Partai Demokrat meraih kemenangan dalam sejumlah pemilihan daerah di Virginia, New jersey, dan New York City. Wilayah yang para pemilihnya menempatkan isu keterjangkauan harga, terutama bahan makanan, sebagai pehatian utama.
"Tarif memungkinkan kami memberikan dividen jika diperlukan. Sekarang kami akan memberikan dividen dan juga mengurangi utang," katanya.
Pemerintahan Trump juga mengumumkan serangkaian kerangka kesepakatan dagang yang akan menghapus tarif terhadap sejumlah produk pangan dan impor lainnya dari Argentina, Ekuador, Guatemala, dan El Salvador. Pejabat AS menyatakan kesepakatan tambahan ditargetkan rampung sebelum akhir tahun.
Daftar produk yang memperoleh pengecualian tarif mencakup barang-barang konsumsi sehari-hari, banyak di antaranya mengalami kenaikan harga dua digit dalam setahun terakhir.
Total lebih dari 200 produk masuk dalam daftar, dari jeruk, buah acai, paprika, kakao, bahan kimia pangan, pupuk, hingga wafer komuni.
Data Indeks Harga Konsumen (CPI) menunjukkan harga daging giling pada September tercatat hampir 13 persen lebih mahal dibanding tahun lalu, sementara harga steak melonjak sekitar 17 persen, kenaikan terbesar dalam lebih dari tiga tahun.
Kelangkaan pasokan sapi menjadi penyebab utama tingginya harga, meski AS merupakan produsen daging sapi besar.
Pisang naik sekitar 7%, tomat naik 1%, dan secara keseluruhan biaya bahan makanan untuk konsumsi rumah tangga naik 2,7% pada September.
Pemangkasan tarif mendapat sambutan positif dari berbagai kelompok industri, meski sebagian lainnya kecewa karena produk mereka tidak termasuk dalam daftar pengecualian.
"Aksi hari ini seharusnya membantu konsumen, secangkir kopi pagi mereka semoga menjadi lebih terjangkau, serta pelaku industri yang menggunakan berbagai produk ini dalam rantai pasokan," ujar Presiden FMI-Food Industry Association Leslie Sarasin.
Namun, tak semua pihak puas. Presiden Distilled Spirits Council Chris Swonger menyesalkan pengecualian tarif yang tidak mencakup minuman beralkohol dari Uni Eropa dan Inggris.
"Ini pukulan lain bagi industri perhotelan AS di saat musim liburan sedang berjalan," ujarnya.
Ketua Demokrat di Komite Ways and Means DPR AS Richard Neal menilai pemerintahan Trump sebenarnya sedang memperbaiki masalah yang justru mereka ciptakan sendiri, namun menyebut langkah tersebut sebagai sebuah kemajuan.
"Pemerintahan Trump akhirnya mengakui secara terbuka apa yang sudah kita ketahui sejak awal, Perang Dagang Trump meningkatkan biaya hidup masyarakat," kata Neal dalam pernyataan resminya.
"Sejak tarif diberlakukan, inflasi naik dan manufaktur menyusut dari bulan ke bulan," tegasnya. (*)
Editor : Lutfiyu Handi





