18 November 2025

Get In Touch

Menteri Haji: Pembagian Kuota Haji Sesuai Waiting list Paling Adil

Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf.
Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf.

JAKARTA (Lentera) - Terkait munculnya persoakan pembagian kuota haji, Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf, menegaskan bahwa pembagian kuota haji reguler berdasarkan waiting list (daftar tunggu) merupakan sistem yang paling adil untuk diterapkan di Indonesia.  

Selain itu, sistem tersebut juga sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025. “Ketentun baru ini memastikan bahwa setiap calon jemaah mendapatkan kesempatan berangkat secara lebih adil dan terukur, sesuai dengan waktu pendaftaran,” katanya dilansir tempo Selasa (18/11/2025).

Sistem waiting list ini sebelumnya dipersoalkan karena menimbulkan adanya pengurangan kuota haji yang signifikan di sejumlah provinsi, sementara di provinsi yang lain justru bertambah. Perubahan tersebut terjadi karena sistem waiting list mengubah pola pembagian kuota haji yang lama. 

Dalam sistem waiting list, pemerintah membagi kuota haji sesuai jumlah pendaftar haji di seluruh Indonesia. Di mana jemaah yang lebih dulu mendaftar haji akan mendapatkan panggilan berangkat lebih dulu. 

Contoh perubahan itu seperti diJawa Barat yang kuota haji turun signifikan dari tahun lalu memberangkatkan 38.723 jemaah menjadi 29.643 pada 2026.

Sementara itu, dalam pola lama pembagian kuota haji mengacu pada populasi muslim di masing-masing provinsi. Dengan kata lain provinsi dengan populasi muslim terbanyak mendapatkan jatah kuota yang lebih banyak pula.

Irfan menjelaskan, pemerintah mengubah sistem lama tersebut karena pembagian kuota berbasis proporsi penduduk muslim menimbulkan kesenjangan yang lebar antarprovinsi. Di mana daerah yang penduduk muslimnya tinggi mendapat jatah besar meski jumah pendaftarnya relatif kecil. Sementara daerah dengan daftar tunggu panjang justru terus menunggu tanpa kepastian. 

Oleh sebab itu, pembagian kuota diubah menjadi berdasarkan waiting list. Adapun Kementerian Haji dan Umrah menggunakan basis data waiting list nasional yang bersumber dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) sebagai dasar utama dalam menghitung kuota haji 2026 M/1447 H. 

Data tersebut merupakan data resmi daftar tunggu jemaah haji reguler seluruh Indonesia, dengan cut-off per tanggal 16 September 2025, sebagai basis Kertas Kerja Perhitungan Kuota 2026.

Dalam kertas kerja tersebut, setiap provinsi memiliki data jumlah pendaftar aktif yang telah diverifikasi dan terintegrasi di SISKOHAT. Data ini kemudian dijumlahkan secara nasional menjadi 5.398.420 pendaftar, dan digunakan untuk menghitung proporsi kuota provinsi.

"Melalui formula ini, pembagian kuota tiap provinsi mencerminkan proporsi nyata jumlah calon jemaah yang telah mendaftar dan menunggu keberangkatan, bukan lagi berdasarkan jumlah penduduk muslim semata," tutur dia. 

Perubahan sistem pembagian kuota haji ini mulai berlaku pada 2026. Irfan mengakui perubahan ini tentu menghasilkan pergeseran besar: provinsi dengan daftar tunggu panjang mendapat tambahan kuota signifikan, sementara provinsi dengan antrean pendek mengalami penyesuaian menurun.

Namun begitu, ia menekankan bahwa disparitas yang tampak tajam antara kuota haji tahun 2026 dan tahun 2025 di sejumlah provinsi sebenarnya bukan karena perubahan jumlah kuota nasional. Tetapi karena perubahan mendasar pada rumus pembagiannya. “Kebijakan baru ini harus dipahami bukan sebagai bentuk ketidakstabilan, melainkan transformasi menuju keadilan dan kepastian,” ujarnya. (*)

Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.