SURABAYA (Lentera)- Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya menggelar sarasehan bertajuk “Transformasi Badan Penyelenggara dan PTS Menuju PTS Unggul Berkelas Dunia”, di Ruang R. Soeparman Hadipranoto, Lantai 9 Gedung Grha Wiyata Untag Surabaya, Selasa (18/11/2025).
Acara ini mempertemukan pimpinan PTS, badan penyelenggara, dan pejabat pemerintah untuk membahas dampak kebijakan PTN-BH, hadirnya kampus asing, serta strategi penguatan PTS di tengah persaingan pendidikan tinggi yang kian ketat.
Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Prof. Dr. Mukhamad Najib, S.T.P., M.M, mengatakan, pentingnya peran PTS dalam meningkatkan akses pendidikan tinggi di Indonesia. Ia menyampaikan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi saat ini masih berada di angka 32 persen, sementara pemerintah menargetkan peningkatan menjadi 38 persen pada 2029.
“Kita butuh peran PTS untuk meningkatkan akses pendidikan tinggi. Ada sekitar tiga juta lulusan SMA yang belum kuliah. PTS harus ikut mengambil peran dalam mendorong APK itu,” ucapnya.
Selain memperluas akses, Prof. Najib juga menekankan peningkatan kualitas menjadi agenda besar pemerintah. “Kita ingin PTS benar-benar qualified, mampu melakukan perbaikan berkelanjutan, sehingga bisa menjadi perguruan tinggi yang unggul di tingkat dunia,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP-PTSI), Prof. Dr. Thomas Suyatno, menyoroti lemahnya kapasitas riset dosen PTS sebagai kendala utama dalam mencapai standar perguruan tinggi global.
“Kaidah Dharma pertama dan kedua, terutama penelitian, masih menjadi kelemahan besar dosen PTS. Bukan hanya persoalan kemampuan, tapi dana yang tersedia sangat terbatas,” ujarnya.
Prof. Thomas juga menyinggung keterbatasan APBN yang membuat distribusi dana riset belum optimal.
“Di luar negeri, dosen itu penghasilan terbesarnya dari riset, bukan dari mengajar. Tapi di sini, dosen lebih memilih mengajar karena kesempatan riset sulit, tempat penelitian pun tidak mudah diakses,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, J. Subekti, mengungkap alasan pihaknya menginisiasi sarasehan tersebut.
“Kami banyak menerima keluhan dari teman-teman. Ada yang bertanya, ‘kok Untag bisa mendapat 3.100 mahasiswa baru, sementara kampus lain hanya 400 atau 600?’ Lalu juga ada keresahan soal perguruan tinggi luar negeri yang masuk ke Indonesia,” jelas Subekti.
Ia menambahkan bahwa kampus-kampus yang sudah unggul siap memfasilitasi PTS lainnya agar bisa meningkat bersama.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH




