SURABAYA ( LENTERA ) - Penelitian ini menelaah bagaimana otak mengekstraksi struktur dari dunia fisik menggunakan mekanisme bawaan yang telah berkembang sejak manusia purba. Para ilmuwan menyebut kemampuan baru itu sebagai “sentuhan jarak jauh”, sensasi yang berada di luar lima indra klasik dan propriosepsi, sehingga diduga dapat dikategorikan sebagai indra ketujuh.
Dalam eksperimen utama, responden diminta menggerakkan ujung jari mereka secara perlahan di atas sebuah kotak berisi pasir. Tugas peserta adalah melaporkan kapan mereka merasakan keberadaan sebuah kubus kecil yang tersembunyi di dalam pasir, tanpa menyentuh objek itu sama sekali.
Eksperimen ini diciptakan untuk meniru kondisi fisik media granular, material yang terdiri dari butiran lepas seperti pasir atau garam. Ketika jari mendekati sebuah objek terpendam, pergerakan itu mendorong perubahan kecil pada distribusi tekanan butiran di bawah permukaan. Riak tekanan inilah yang menjadi sinyal samar yang mungkin ditangkap oleh sistem sensorik manusia.
Studi yang dipublikasikan dalam IEEE Xplore pada 21 Oktober 2025 menunjukkan hasil mengejutkan. Para relawan berhasil mengidentifikasi kubus tersembunyi dengan tingkat ketepatan sekitar 70 persen, jauh di atas kemungkinan acak. Mereka juga mampu mendeteksi objek pada kedalaman 2,7 inci atau sekitar 6,9 sentimeter.
Anggota tim peneliti, Elisabetta Versace dari Departemen Psikologi Eksperimental dan Biologis Queen Mary University, mengatakan bahwa temuan ini menantang asumsi lama tentang cara manusia memproses rangsangan sentuhan. “Ini pertama kalinya sentuhan jarak jauh dipelajari pada manusia, dan pengetahuan ini mengubah cara kita memahami dunia persepsi,” ujarnya seperti dikutip Earth.
Dibandingkan Burung Pantai
Untuk menguji keandalan kemampuan manusia tersebut, peneliti menyiapkan percobaan pendamping menggunakan lengan robotik UR5 yang dilengkapi sensor taktil. Robot telah diprogram dengan metode long short-term memory, teknik pembelajaran mesin yang biasa digunakan untuk mempelajari pola dalam data berurutan.
Meskipun robot terkadang mampu mendeteksi objek pada jarak sedikit lebih jauh, performanya terbukti kurang stabil. Robot menghasilkan lebih banyak kesalahan deteksi dan hanya mencatat akurasi sekitar 40 persen. Hasil ini menegaskan kemampuan tangan manusia memproses sinyal tekanan samar jauh lebih unggul dibanding sensor mesin.
Peneliti juga menyinggung kesamaan kemampuan ini dengan perilaku burung pantai, seperti red knot, yang dikenal mampu mendeteksi mangsa tersembunyi di bawah pasir melalui reseptor di ujung paruhnya. Kemiripan pola ini menunjukkan bahwa sentuhan jarak jauh mungkin merupakan mekanisme biologis yang telah berevolusi pada berbagai spesies.
Meskipun terlihat seperti sebuah kemampuan baru, tim peneliti berspekulasi bahwa indra sentuhan jarak jauh mungkin sudah ada sejak era manusia purba. Ketika kehidupan manusia semakin bergantung pada teknologi dan tidak lagi menghadapi medan fisik yang menuntut sensitivitas tinggi, kemampuan ini lambat laun menjadi tidak terasah.
Temuan ini membuka pemahaman baru tentang betapa kompleksnya sistem sensorik manusia. Selain memproses rangsangan langsung, tubuh manusia juga mampu membaca pola tekanan dan arus halus dari objek yang tidak terlihat. Dalam konteks sejarah, peneliti menduga kemampuan itu mungkin membantu arkeolog prasejarah atau pemburu-gatherer mendeteksi benda-benda yang tertimbun dan mencegah kecelakaan di area galian.(ist,earth,tin/dya)




