
Blitar - Setelah adanya temuan dugaan pelanggaran Pabrik Gula (PG) Rejoso Manis Indo (RMI) di Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar oleh DPRD Provinsi Jatim, maka DPRD setempat akan menindak lanjuti dengan minta penjelasan resmi Pemkab Blitar mengenai hal ini.
Sekretaris Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, Panoto mengatakan jika pihaknya akan meminta penjelasan resmi dari Pemkab Blitar, terkait temuan dugaan pelanggaran oleh PG RMI. "Sesuai hasil temuan dewan provinsi, yang juga sudah melakukan pengecekan ke lokasi," tutur Panoto, Minggu (30/8/2020).
Dijelaskan Panoto adapun hasil temuan dugaan pelanggaean tersebut ada 3 diantaranya kurangnya lahan minimal yang harus dikuasai pabrik (PG RMI) yaitu 20%, tapi sampai sekarang masih 15%. "Kemudian pengambilan bahan baku tebu dari luar Kabupaten Blitar, padahal sesuai izinnya hanya di tingkat kabupaten. Serta izin dari Gubernur Jatim, terkait lalu lintas pengangkutan bahan baku dari luar kabupaten," jelasnya.
Dengan adanya temuan ini Panoto mendesak Satgas Percepatan investasi Berusaha Pemkab Blitar, segera mengambil tindakan. Karena selain temuan ini, sebelumnya juga sudah ada beberapa kasus tarkat PG RMI yaitu limbah cair dan lahan parkir truk pengangkut tebu.
"Sebelumnya juga sudah ada kasus limbah cair yang keluar dari pabrik, serta kurangnya lahan parkir yang mengakibatkan kemacetan antrian truk pengangkut tebu yang mengganggu lalu lintas di jalur utama Blitar-Malang," paparnya.
Dengan adanya investasi senilai Rp 2 triliun di Kabupaten Blitar ini, ditegaskan Panoto seharusnya memberikan dampak positif baik bagi perekonomian daerah juga warga sekitar. "Tapi kenyataannya, keberadaan RMI bagi daerah dan warga hanya merasakan dampak negatifnya. Ini harus disikapi secara serius, serta diambil tindakan," tegas politisi PKB ini.
Secepatnya Panoto akan berkoordinasi di tingkat komisi, diteruskan ke Banmus DPRD Kabupaten Blitar agar segera dijadwalkan rapat dengan OPD terkait dan Satgas Percepatan Berusaha pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PTSP Kabupaten Blitar, Rully Wahyu Prasetyowan ketika dikonfirmasi mengenai dugaan pelanggaran PG RMI, sesuai temuan DPRD Provinsi Jatim mengatakan RMI memang memiliki izin usaha perkebunan yang mulai efektif 2019. "Dalam izin usaha perkebunan tersebut, salah satu syarat komitmen adalah dokumen perolehan bahan baku. Serta disampaikan perolehan bahan baku dari Kabupaten Blitar," kata Rully.
Mengenai izin lalu lintas pengangkutan bahan baku dari luar kabupaten dari Gubernur Jatim, Rully mengaku tidak tahu atau tidak paham. Karena sejak 1 Juni 2020, statusnya memang berubah dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA). "Dibuktikan dengan adanya Nomor Induk Berusaha (NIB), dari sistem Online Single Submission (OSS)," terangnya.
Dengan adanya perubahan status menjadi PMA ini, pihak RMI bisa merubah atau menyesuaikan syarat komitmen nya. Terkait pengambilan bahan baku tebu dari luar kabupaten, dimana awalnya memang komitmenya hanya menggunakan tebu dari Kabupaten Blitar. "Dengan menjadi PMA, maka semua perijinan dan tindaklanjut lainnya saya arahkan langsung ke pusat. Daerah hanya menerima pemberitahuan saja," beber Rully.
Secara terpisah pihak PG PT RMI melalui Humas, Amri ketika dikonfirmasi mengenai hal ini tidak memberikan respon, saat dihubungi melalui pesat whatsapp. Hanya menunjukkan pesan terkirim dan dibaca, namun tidak memberikan jawaban apapun. (ais)