BANJIR bandang dan tanah longsor di Sumatera sudah sepekan lebih melanda. Satu per satu fakta pun mencuat ke permukaan, terutama soal pembalakan liar. Tumpukan gelondongan kayu dari hulu sungai yang terbawa saat banjir dahsyat menghantam Aceh, Sumatera Utara (Sumut) maupun di Sumatera Barat (Sumbar) bak menjadi bukti dari 'langit'. Unsur pidana mulai dianalisa. Pakar menggarisbawahi, itu baru bisa diterapkan apabila ada pembuktian hubungan sebab-akibat yang jelas antara aktivitas manusia--seperti illegal loging-- dengan terjadinya banjir bandang. Lebih jauh, desakan agar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq meminta maaf kepada publik dan mundur dari jabatannya menguat. Diketahui, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan update terbaru bencana banjir yang melanda Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar) pada Kamis (4/12/2025). Total korban meninggal 836 jiwa dan 518 masih hilang. Terpisah, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengindikasikan terdapat 12-20 perusahaan yang berkontribusi besar pada bencana tersebut dan bakal dicabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Diketahui, perusahaan-perusahaan itu mengelola lahan seluas 750.000 hektare. Sementara, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengaku telah 'turun gunung'. Penyelidikan dilakukan berfokus pada banyaknya material kayu gelondongan yang ditemukan terbawa arus saat terjadi banjir bandang di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Meski belum resmi masuk ranah hukum, kini banjir di Sumatera bukan sekadar bencana alam, tapi juga kriminalitas lingkungan yang sedang diadili oleh publik. BACA BERITA LENGKAP, KLIK DISINI https://lenteratoday.com/upload/Epaper/05122025.pdf




.jpg)