SURABAYA (Lentera)– Mahasiswa Tugas Akhir Program Studi Desain dan Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (FIK Ubaya), Jeanne Theresia Mintarja, berhasil mengolah kantong teh celup bekas menjadi produk dekorasi rumah yang estetik sekaligus berkelanjutan.
Melalui brand bertajuk “Dipt”, Jeanne menghadirkan berbagai produk unik seperti jam dan lampu meja, papan catur, hingga tray atau nampan. Selain mengutamakan tampilan visual, setiap produknya menyimpan nilai sustainability karena memanfaatkan limbah dan material ramah lingkungan.
Nama “Dipt”yang berarti telah tercelup merujuk pada sumber material utama, yakni kantong teh. Terinspirasi dari tingginya konsumsi teh di Indonesia, Jeanne melihat peluang untuk mengubah limbah kecil yang sering dianggap sepele ini menjadi material baru.
Ia mengombinasikannya dengan perekat guar gum, biovarnish, serta potongan kayu sisa pengrajin mebel untuk memperkuat struktur produk.
Minimnya rujukan dan penelitian serupa menjadi tantangan bagi lulusan SMA Hendrikus itu. Proyek yang ia kerjakan memakan waktu satu tahun, mulai eksplorasi material hingga menghasilkan rangkaian produk jadi.
“Menyelaraskan ketertarikan saya terhadap material yang digunakan dengan esensi home decor juga cukup sulit. Produk harus estetik, fungsional, dan kuat. Saya beberapa kali gagal ketika mencoba menyatukan kayu dengan kantong teh yang sudah dicetak,” ungkap Jeanne, Selasa (9/12/2025).
Dalam pengerjaannya, Jeanne dibimbing oleh dua dosen FIK Ubaya, yakni Dr. Guguh Sujatmiko dan Hairunnas, M.MT. Proses produksi dimulai dari penyeleksian kantong teh untuk menentukan warna.
Bila warna produk yang diinginkan lebih gelap, maka rasio kantong teh yang sudah terseduh juga lebih tinggi. Setelah melalui proses pulping dan pencampuran dengan guar gum, bahan dicetak lalu dijemur selama 2–3 hari. Tahapan berikutnya adalah pengamplasan, pemernisan, dan pemasangan komponen tambahan seperti lampu, baterai, dan mesin jam.
Jeanne membuka peluang bagi produk “Dipt” untuk diproduksi massal, namun saat ini ia masih fokus menyempurnakan kualitas produknya. Proses yang seluruhnya manual dan mengandalkan sinar matahari dalam pengeringan membuat produksi massal belum memungkinkan.
“Masih banyak jenis dan bentuk produk yang bisa dieksplor. Kalau ke depan ada dukungan otomasi dan teknologi, tentu hasilnya bisa lebih rapi dan padat,” tambahnya.
Produk-produk “Dipt” dijadwalkan tampil dan mulai dijual dalam skala terbatas pada Grade X, pameran tugas akhir tahunan mahasiswa Prodi Desain dan Manajemen Produk FIK Ubaya, yang akan digelar pada Januari mendatang.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH





