12 April 2025

Get In Touch

Jurus Wali Kota Risma Menghadang Resesi

Lahan bekas tanah kas desa (BKTD) di kota Surabaya bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan
Lahan bekas tanah kas desa (BKTD) di kota Surabaya bisa dimanfaatkan untuk tanaman pangan

Sejak awal pandemi Covid-19, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bersama jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tidak hanya berperang melawan virus baru ini. Namun, juga berjuang menghadang resesi ekonomi. Berbagai terobosan dan inovasi terus dilakukan untuk menghadang masalah ekonomi ini.

Jauh hari sebelum resesi ramai diperbincangkan, Wali Kota Risma ternyata sudah membuat program kedaulatan pangan di tengah pandemi Covid-19. Langkah ini dilakukan sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu Kota Surabaya harus menghadapi resesi ekonomi. Beberapa program kedaulatan pangan tersebut dilakukan dengan cara menanam makanan pendamping beras, seperti ketela pohon, ketela rambat, tales, sukun, pisang dan berbagai tanaman pangan lainnya.

Walikota Surabaya, Tri Rismaharini saat penen ketela rambat madu di kelurahan Jeruk kota Surabaya

Saat itu, jajaran DinasKetahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya langsung gencar melakukanpenanaman tanaman pangan. Bahkan, mereka melakukan penanaman semacam ini dilahan-lahan kosong milik Pemkot Surabaya, termasuk di lahan Bekas Tanah KasDesa (BTKD) yang ada di beberapa titik di Kota Pahlawan.

Dengan berjalannya waktu, tanamanpangan itu akhirnya sudah bisa dinikmati oleh warga Kota Surabaya. Wali KotaRisma pun mulai melakukan panen raya. Salah satunya di lahan BTKD KelurahanJeruk yang mulai dipanen pada Rabu (23/9/2020). Hasil panen berupa KetelaRambat Madu dan Ketela Pohon serta Lele itu dibagi-bagikan kepada warga kurangmampu di Surabaya.

“Jadi, kalau nanti daya beli rendahdan turun, dan ternyata kita bisa menanam sendiri, maka pasti bebannya lebihringan, makanya ini kita tanam di 24 lokasi supaya banyak. Memang kalau dayabeli turun ada yang bisa beli, tapi juga ada yang tidak mampu beli, sehingga bagiyang tidak mampu beli bisa diberikan panen ini. Dengan begitu, semoga tidak adayang kekurangan makanan di Surabaya,” kata Wali Kota Risma.

Selain gencar mengembangkan programkedaulatan pangan. Wali Kota Risma juga mengaku sengaja menyetop Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap3 di Kota Surabaya. Hal ini dilakukan supaya roda perekonomian Surabaya tetappositif meski di tengah pandemi. Dengan cara itu, maka para pelaku usaha diSurabaya bisa kembali beroperasi dengan protokol kesehatan yang ketat. Dia menilai,jika PSBB itu diteruskan, bukan tidak mungkin banyak pelaku usaha yang gulungtikar.

“Misalkan saya punya perusahaan produksi sepatu, begitu iniditutup karena PSBB, tentu dia mengalami penurunan. Nah, begitu dia turun,minimal kita bisa tahan, tidak sampai jatuh, bahkan kalau bisa harus diangkatlagi, makanya dengan tidak diperpanjang, mereka bisa bergerak lagi danberkembang lagi,” kata dia.

Oleh karena itu, ia mengaku bersyukur membuat kebijakan untuktidak memperpanjang PSBB tahap 3 itu. Sebab, jika saat itu terlambat sedikitsaja, maka bukan tidak mungkin perekonomian Surabaya hingga akhir tahun akanterpuruk. "Bagaimana tidak? Jika modal sudah dipakai makan untuk kebutuhansehari-hari, bagaimana dia (pelaku usaha) bisa bangkit lagi, kecuali kalau diadapat insentif, tunjangan atau bantuan. Makanya kemarin aku beranikan tidakperpanjang PSBB, kesehatan kita pantau benar-benar, tapi yang untuk usaha bolehbergerak dan perekonomian terus berjalan," ujarnya.

Di samping itu, Wali Kota Risma juga menggandeng berbagaistakeholder, terutama distributor untuk bersama-sama menyelamatkan kota darikondisi resesi. Kepada para distributor itu, Wali Kota Risma meminta supayastok ketersediaan kebutuhan pokok sehari-hari tetap aman hingga akhir tahun.“Para distributor saya berharap tolong kami dibantu, karena jangan sampai stokkebutuhan pangan kita hanya bisa sampai beberapa bulan ke depan. Kita haruspastikan Surabaya tidak ada masalah, terutama soal kebutuhan pokok, sehinggaekonomi kita bisa berjalan dengan baik,” kata dia.

Wali Kota Risma juga sudah menginstruksikan kepada jajarannyaagar selalu rutin melakukan pemantauan kepada perusahaan atau industri yangmemberlakukan PHK kepada karyawannya. Bahkan, ia juga meminta untuk selalumelakukan pengawasan terhadap harga kebutuhan pokok di pasaran. “Saya sudahmeminta kepada staf yang memantau perekonomian untuk selalu cek harga-harga dipasar. Begitu harga naik di luar HET (harga eceran tertinggi), langsung (gelar)operasi pasar," tegasnya.

Bahkan, Wali Kota Risma juga menginstruksikan kepada para camatdan lurah se-Kota Surabaya untuk memperketat pengawasan izin tempat usaha diKota Surabaya. Terutama bagi pelaku usaha yangberasal dari luar kota yang tidak memiliki izin. Pasalnya, pandemi Covid-19telah menyebabkan daya beli masyarakat turun, sehingga hal itu juga berdampakpada tingginya persaingan usaha di bawah.

“Kalau kemarin (sebelum pandemi)tidak ada masalah, kuenya 10 yang bisa dimakan bersama. Misal jualan baju kondisinormal bisa 10 yang terjual, sekarang ini karena ada pandemi mungkin tinggal 7sampai 5 atau sekitar 50 persen. Artinya kue itu semakin kecil yang dimakan,jangan sampai disebur dari luar. Makanya, kalau dia orang Surabaya kasih izindia (gratis). Kalau yang dari luar kota tidak ada izinnya, No! Supaya kuenyaini bisa tetap dinikmati warga Surabaya,” tegas dia.

Terlepasdari semua itu, Wali Kota Risma mengatakan berdasarkan hasil penelitianterhadap evaluasi perekonomian di Kota Surabaya, menyebutkan bahwa hingga akhirtahun 2020, perkembangan ekonomi di Kota Surabaya masih terbilang positif.Menurutnya, hal itu harus dijaga semaksimal mungkin dengan tetap memperhatikanprotokol kesehatan.

Iajuga berharap warga Surabaya tidak terlalu panik dengan isu resesi yang ramaidiperbincangkan. Sebab, Surabaya sudah punya pengalaman pada tahun 1998 dan2008, ekonomi Surabaya mampu bertahan dan positif ketika resesi itu terjadi.Apalagi, sekitar 92 persen usaha di Surabaya itu tergolong ekonomi menengah kebawah, sehingga tidak terpengaruh dengan perekonomian global.

"Pertumbuhan ekonomi kita di atas pertumbuhan nasional.Kenapa begitu? Karena 92 persen usaha di Surabaya itu ekonomi menengah, jadidia tidak terpengaruh kepada perekonomian global. Tapi kalau dia jatuh blek,jatuh beneran itu. Makanya dia harus ditahan, diberikan ruang untuk dia bisagerak, tapi tetap dengan protokol kesehatan yang sangat ketat,"pungkasnya. (ADV)

Share: