23 April 2025

Get In Touch

BPKN Akui Pemahaman Hak Konsumen Masih Rendah

BPKN Akui Pemahaman Hak Konsumen Masih Rendah

Cirebon – Kurangnya sosialisasi dan edukasi menyebabkan tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen serta pelaku usaha di daerah terhadap UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) masih rendah. Padahal aturan itu memuat tentang produk yang memenuhi aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L) yang penting untuk diketahui semua pihak. Upaya media komunikasi guna membangun jejaring informasi dan kerjasama dengan para pihak terkait pun diperlukan.

"Pertama penguatan kelembagaan, kedua, edukasi dan sosialisasi perlindungan konsumen secara massif dan intensif dan ketiga, sinkronisasi regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen yang tersebar di sejumlah sektor dan daerah," ujar Rizal E Halim, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) saat ditemui di Kota Cirebon, Rabu (30/9/2020).

BPKN merupakan badan yang dibentuk sesuai dengan amanah UU 8/1999 mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Sejalan dengan fungsi tersebut, BPKN mempunyai sejumlah tugas yang salah satu diantaranya untuk memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen, menyebarkan informasi mengenai perlindungan konsumen dan menerima pengaduan. Arah kebijakan BPKN akan menitik beratkan pada tiga isu fundamental dalam tiga tahun kedepan.

Kondisi pandemi Covid-19 juga memberikan tantang tersendiri terkait perlindungan konsumen. Untuk diketahui, Pemprov Jabar menetapkan status kewaspadaan bagi Kota Cirebon sebagai zona merah penyebaran corona.

Kondisi ini juga memicu kerugian konsumen seperti kasus – kasus leasing, bank maupun non bank terkait relaksasi kredit (penundaan hutang) dan rekturisasi (pengurangan bunga). BPKN
meluncurkan rekomendasi soal relaksasi kredit yang harus disampaikan dengan jelas karena banyak kesimpangsiuran mengenai hal ini. Belum lagi permasalahan perumahan masih saja terus bergulir, dari mulai dari fasos-fasus, sertifikat, IMB, AJB dan lainnya.

Rizal menambahkan, Perlindungan Konsumen bukanlah tanggungjawab salah satu dari Kementerian atau Lembaga, namun menjadi tanggungjawab bersama semua pemangku kepentingan. "Oleh karenanya kita perlu berkolaborasi, diskusi antar pemangku kepentingan semacam ini bisa memberikan solusi atas permasalahan perumahan di Indonesia dan tentu harapannya dapat menjadi solusi pemulihan hak–hak konsumen sektor perumahan sehingga perlindungan konsumen dapat terwujud," kata Rizal.

Diharapkan Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia bukan hanya BPKN tetapi juga LPKSM, BPSK dan Pemerintah bisa terus berkolaborasi untuk melakukan Perlindungan
Konsumen di Indonesia. Sehingga ke depan insiden perlindungan konsumen bisa kita tekan dan kurangi. Apabila itu terjadi negara hadir memberikan perlindungan kepada konsumen.

"Tujuan dari kegiatan Sosialiasi terpadu ini adalah sebagai sarana penyebaran informasi terkait perlindungan konsumen. Mensosialisasikan pemahaman akan hak dan kewajiban masyarakat terkait perlindungan konsumen. Juga mensosialisasikan kepada masyarakat luas terutama mahasiswa mengenai kelembagaan BPKN dan kegiatannya. Serta meningkatkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK)," lanjut Rizal.

Dan yang utama, untuk membangun kerjasama yang baik dengan masyarakat dan lembaga terkait dalam menyuarakan perlindungan kepada konsumen di indonesia dan sikap keberpihakan kepada konsumen. "Sehingga terciptanya regenerasi partisipasi masyarakat dan terbentuk kelompok konsumen yang dapat menjadi penggerak upaya perlindungan konsumen di wilayahnya," tukas Rizal. (swd)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.