
SURABAYA (Lenteratoday) - Kemunculan Covid-19 di Indonesia sejak awal tahun lalu berdampak ke semua sektor kehidupan. Tak hanya para pekerja dan tenaga medis, mahasiswa juga merasakan dampak dari virus ini. Jika sektor pendidikan tidak ditangani secara serius, maka akan berdampak pada tingkat daya saing bangsa di masa mendatang. Walhasil, meskipun pandemi, ikhtiar untuk mencetak generasi berdaya saing sangat penting.
“Blended learning dan hybrid learning memang menjadi cara untuk beradaptasi dunia pendidikan saat pandemi menghantam. Di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya sendiri sebenarnya kami sudah menerapkan perkuliahan sistem blended sejak 2018,” ujar Rektor Untag Surabaya, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, MM., CMA., CPA.
Untuk diketahui, blended Learning adalah pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual. Blended learning juga sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face) dan pengajaran online, tapi lebih daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial.
Dijelaskan Prof. Nugroho sebelum pandemi menerjang, Untag Surabaya menggagas blended learning untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Memanfaatkan digitalisasi untuk menciptakan perkuliahan berkualitas dan mudah diakses. “Apalagi mahasiswa Untag Surabaya itu berasal dari seluruh pelosok tanah air, jadi blended learning memang sangat membantu,” katanya.
Terkait tantangan diakuinya pada awal pengenalan, banyak dosen yang harus berusaha keras belajar menggunakan sistem digital ini. “Awalnya karena dosen kita cukup heterogen,dosen yang muda relatif mudah move on, namun untuk yang usia 50 tahun ke atas. Pengetahuan akan perangkat teknologi infomasi masih kurang. Dan mereka ini perlu dituntun. Namun kabar baiknya, dalam evaluasi terakhir , 100 persen dosen sudah paham blended learning, padahal dulunya sangat sulit untuk move on,” ungkapnya.
Tidak hanya dalam metode pembelajaran, riset dan penelitian pun melakukan inovasi dengan sistem blended, yaitu daring dan juga luring. Selain itu, program pengabdian masyarakat Untag Surabaya (KKN) yang selalu ditunggu karena berbeda dengan kampus lain dibuatkan strategi agar tetap bisa dilaksanakan.
“Kita sudah menyiapkan 140 jam di kampus untuk merancang program apa yang cocok untuk desa tersebut. Tujuannya agar program tersebut benar benar tepat guna bagi kemajuan desa tersebut. Namun karena ada pandemi tentunya ada beberapa tantangan yang harus dihadapi,” ucapnya.
Prof.Nugroho memaparkan, KKN yang saat ini dilakukan diadakan dengan dua macam bentuk, yaitu secara tematik atau luring dan secara daring, yang dilakukan di daerah asal masing – masing. Saat ini tentu saja dititik beratkan pada penugasan agar mahasiswa bisa membantu menekan penyebaran Covid di daerah masing-masing. “Bisa dengan menjdi Satgas Covid ataukah dengan berbagai kegiatan inovatif lainnya,”katanya.
Tantangan kedua, menurut Prof. Nugroho adalah belum meratanya jaringan internet di tanah air. Pasalnya, asal usul mahasiswa Untag Surabaya dari Sabang sampai Merauke. Dia mencontohkan, mahasiswa Untag asal Papua misalnya, harus ke kota yang memakan waktu 2 jam agar bisa mengakses internet.
Pihaknya bersyukur, seiring menurunnya risiko penyebaran Covid-19, Untag Surabaya pun mempersiap untuk pelaksanaan kuliah luring. “Kelas bilingual yang jumlah mahasiswa hampir 500 orang akan melaksanakan luring pada Oktober nanti. Minggu kelima, laboratorium bisa digunakan. Untuk awal November, mahasiswa semester 1 dan 3 yang jumlahnya sekitar 7.000 orang juga akan kuliah luring. Dengan syarat tertentu, di antaranya izin orang tua dan mahasiswa sudah vaksin minimal 1 kali, karena kesehatan tetap jadi prioritas pertama,” tegasnya.
Menjelang dilaksanakannya perkuliahan luring, Mulyanto menyampaikan harapannya pemerintah, agar jangan lengah terhadap kemungkinan serangan covid gelombang ketiga. “Protokol kesehatan tetap jadi prioritas. Jangan sampai ada varian baru lagi yang masuk. Selektif untuk mereka yang datang dari luar negeri. Ke depan, kita akan berdampingan dengan virus. Tetapi dengan vaksin, orang bisa hidup normal dalam arti new normal,” tutupnya.
Repoter: Maria Endang/Rahmad Suryadi/Ardini
Editor: Widyawati