Vonis Kasus Penganiayaan ART Terlalu Ringan, Politisi PDI Perjuangan: JPU Harusnya Ajukan Banding

SURABAYA (Lenteratoday) – Penegakan hukum di Indonesia terkadang masih tidak berimbang, atau masih tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Hal ini diungkapkan politisi asal PDI Perjuangan Anas Karno saat mencermati kasus penganiayaan yang dialami seorang asisten rumah tangga (ART) di Surabaya.
Anas Karno mengungkapkan, kejadian penganiayaan yang dialami oleh ART tersebut adalah penganiayaan berat. “Dalam proses persidangan, tuntutannya adalah penjara 4 tahun 6 bulan. Namun ternyata vonis yang dijatuhkan dua tahun tiga bulan. Ini kan tidak adil bagi korban," ucap Wakil Sekretaris DPC PDI Perjuangan Surabaya ini, Minggu (19/12/2021).
Menurut Anas, vonis ini terlalu ringan bagi pelaku penganiayaan berat. Hal ini bisa menjadi preseden yang buruk untuk penegakan hukum di negara ini. “Kasihan korbannya. Dia sudah orang miskin, tidak berdaya, dianiaya sampai seperti itu, tetapi hukuman untuk pelaku hanya 2 tahun 3 bulan,” ujar Anas.
Seharusnya, lanjut Anas, vonis yang dijatuhkan jangan jauh - jauh dari tuntutan, agar tidak ada lagi majikan lain yang bertindak seperti pelaku dalam kasus ini. “Jangan sampai vonis yang ringan ini membuat orang lain, majikan lain merasa bisa berlaku seenaknya terhadap ART. Jangan sampai hukum di negara kita ini bisa dibeli. Kita Marhaen, tugas kita adalah memberi kekuatan kepada masyarakat kecil,” tegas Ketua Bapilu PDIP Surabaya ini.
Anas yang juga Anggota DPRD Kota Surabaya ini menyampaikan, harapannya agar pihak Jaksa Penuntut Umum melakukan banding. "Saya berharap JPU dapat melakukan upaya hukum banding atas putusan tersebut," tambahnya..
Untuk diketahui, penganiayaan yang dilakukan terdakwa Firdaus Fairus (53) terhadap ART mulai terbongkar pada Maret 2021. Saat itu, terdakwa mendatangi Elok yang sedang menyetrika baju. Kemudian alat setrika yang dipegang korban diambil oleh terdakwa dan ditempelkan ke paha kiri korban.
Aksi tersebut diketahui oleh sekuriti perumahan, yaitu Purwiyono. Namun saat itu terdakwa mengatakan kepada Purwiyono, bahwa Elok adalah maling di rumahnya.
Tidak hanya itu, penganiayaan yang diterima korban. Elok juga pernah dihukum dengan cara dijemur di bawah terik matahari sambil membungkuk, ditonjok, didorong, dipukul menggunakan sapu, besi ringan, selang air dan juga ditendang dengan kaki terdakwa.
Sadisnya lagi, terdakwa juga sempat menaruh kotoran kucing pada makanan di piring saksi korban Elok. Saat itu terdakwa kesal lantaran ada kotoran kucing yang belum dibersihkan sepenuhnya oleh Elok. Terdakwa juga meminta korban agar menyapu halaman rumah pada pukul 03.00 WIB dan baru boleh tidur pukul 24.00 WIB.
Untuk menutupi aksi kejinya, pada Kamis (6/5/2021) Elok dilaporkan ke Liponsos Surabaya dengan laporan depresi atau sakit kejiwaan. Akibat perbuatan terdakwa saksi korban mengalami sejumlah luka fisik dan trauma psikologis mendalam. Hingga akhirnya, terdakwa dilaporkan dan diamankan Satreskrim Polrestabes Surabaya untuk menjalani proses hukum.
Proses hukum membuat terdakwa yang juga berprofesi sebagai pengacara itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 44 ayat (2) Undang-undang (UU) RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Reporter : Joko Prasetyo
Editor : Endang Pergiwati